Asro Medika

Kamis, 05 September 2013

Diagram Sebab-Akibat (Cause Effect Diagram)/Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram)/Diagram Ishikawa

Diagram ini adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/ akibat dengan faktor-faktor penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada.1,2 Diagram ini digunakan sebagai grafik alat bantu manajemen mutu yang memaparkan dan menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses. Penyusunan diagram ini bertujuan untuk mencari dan menemukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah.

Tujuan utama dari diagram tulang ikan adalah untuk menggambarkan hubungan antara outcome dan faktor-faktor yang mempengaruhi outcome. Sasaran utama dari penggunaan diagram ini adalah:

- Menentukan akar masalah-masalah

-Memusatkan contoh masalah yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis sebab-akibat (cause effect diagram)/ tulang ikan (fishbone diagram)/ diagram Ishikawa


Reff:

1. Ishikawa, Kaoru. 1986. Guide to Quality Control. Tokyo: Asian Productivity Organization.



Transformasi ASKES

Proses Transformasi PT.ASKES

• Menyusun sistem dan prosedur aspek strategik dan aspek operasional untuk operasionalisasi BPJS Kesehatan

• Menyusun berbagai konsep untuk masukan dan usulan bagi penyusunan peraturan dan perundangan yang dibutuhkan dalam implementasi BPJS Kesehatan

• Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait

• Menyiapkan SDM yang handal untuk masa depan



I. PERSIAPAN (25 November 2011 – 31 Desember 2013)

1. Menyiapkan Operasional BPJS Kesehatan

· Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS

· Sosialisasi JK kepada seluruh pemangku kepentingan

· Penetapan manfaat program JK

· Koordinasi dengan Kemenkes untuk pengalihan Jamkesmas

· Koordinasi dengan Kemenhan, TNI, POLRI untuk pengalihan program yankes TNI, POLRI, PNS Kemenhan/ TNI/Polri

· Koordinasi dengan PT Jamsostek untuk pengalihan JPK Jamsostek.

2. Pengalihan Aset dan Liabilitas, Pegawai, Hak dan Kewajiban BPJS Kesehatan.

· Menunjuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit:

o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes

o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan

o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan



· Menyusun:

o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes

o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan

o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan. 6



Kesiapan operasional PT Askes (Persero) menuju BPJS Kesehatan : 2,

1 Kepesertaan

SAAT INI

§ Aplikasi Manajemen Kepesertaan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.

§ Master File Nasional secara terpusat dan diakses dari seluruh Indonesia dengan pemanfaatan VPN.

§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal

§ Kepesertaan PNS, Penerima Pensiun, PJK MU



AKAN DATANG

§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Kepesertaan

§ Penataan Master File Nasionalàmigrasi data dari institusi lain, peserta baru.

§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal à dikaitkan dengan NIK



2 Pelayanan Kesehatan

SAAT INI

§ Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen

§ Jaringan fasilitas kesehatan: Pemerintah, TNI/Polri, Swasta,

§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang

Standarisasi: obat



AKAN DATANG

§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan.

§ Pemantapan jaringan fasilitas kesehatan dan SDM.

§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang.

§ Standarisasi pelayanan medik, obat, alat kesehatan.



3 Pembiayaan

SAAT INI

§ Aplikasi Manajemen Keuangan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.

§ Iuran: % gaji pokok.

§ Pembiayaan: kapitasi, tariff paket.



AKAN DATANG

§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Keuangan.

§ Iuran: % gaji, nominal.

§ Pembiayaan: kapitasi, pola tarip Askes, Ina-CBG.



4 Organisasi dan SDM

SAAT INI

§ Aplikasi Manajemen SDM.

§ Jaringan organisasi Pusat sampai kabupaten / kota.

§ SDM berbasis kompetensi.



AKAN DATANG

§ Pemantapan jaringan organisasi: penambahan kantor.

§ Pemantapan kompetensi SDM, penambahan SDM.



5 Teknologi Informasi

SAAT INI

§ Sistem Informasi Manajemen komprehensif Terpadu.

§ Pusat Data Nasional.

§ Jaringan VPN seluruh Indonesia: 686 titik.



AKAN DATANG

§ Pemantapan Sistem Informasi Manajemen Terpadu.

§ Pemantapan Pusat Data Nasional,

§ Penambahan kapasitas jaringan VPN.



II. BPJS KESEHATAN

· PT ASKES Bubar TANPA likuidasi.

· SEMUA Asset, liabilitas, hak & kewajiban hukum PT ASKES menjadi Asset & liabilitas hak dan kewajiban hukum BPJS KESEHATAN.

· SEMUA Pegawai PT ASKES menjadi Pegawai BPJS KESEHATAN.

· Menteri BUMN (RUPS) melakukan pengesahan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah diaudit oleh Akuntan Publik.

· Menteri Keuangan melakukan pengesahan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan keuangan pembuka dana JK.

· Presiden Mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan (untuk pertama kali Dewan Komisaris dan Direksi PT ASKES diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk paling lama 2 tahun).

· KEMENKES tidak lagi menyelenggarakan JAMKESMAS.

· KEMENHAN, TNI, POLRI tidak lagi menyelenggarakan YanKes kecuali YanKes tertentu.

· PT JAMSOSTEK tidak lagi menyelenggarakan JPK.



Reff:

2. http: www.bpjs.info/‎, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.

5. http: www.ilo.org/wcmsp5/.../wcms_170567.pdf‎

6. http: datakesra.menkokesra.go.id/.../tahapan%20transforma, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.








Transformasi BPJS

Transformasi asuransi yang ada di Indonesia ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dijelaskan berikut : 5,6

1. PT ASKES

Berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU BPJS)

2. PT JAMSOSTEK

· Berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat (1) UU BPJS)

· BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 60 ayat (2) UU BPJS)

3. PT ASABRI

Menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)

4. PT TASPEN

Menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)

Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES dan PT JAMSOSTEK tanpa likuidasi. Sedangkan PT ASABRI dan PT TASPEN tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS. 5,6


Hak dan Kewajiban

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi Negara untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945. 6

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dibentuk 2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program JK dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan JKK, JHT, JP, dan JKM. 6

PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JKK, JHT, JP, dan JKM bagi peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) JAMSOSTEK yang akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS. Berikut ini akan di jabarkan tentang hak dan kewajiban BPJS. 
Hak BPJS :

UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:

a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN.

Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta. 6

Kewajiban BPJS :

UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:

a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial.

b. Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta;

c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS.

d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;

e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;

f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban;

g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun;

h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1 tahun;

i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;

j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan

k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, dan fairness. Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6

Program

Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan 5 jenis program jaminan sosial, yaitu program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP) dan jaminan kematian (JK), yang diselenggarakan oleh Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan. Adapun program – program BPJS antara lain :

1. Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Iuran Program Jaminan Hari Tua:

§ Ditanggung Perusahaan = 3,7%

§ Ditanggung Tenaga Kerja = 2%

Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:

§ Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap

§ Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan

§ Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI

2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. 6

Jumlah iuran yang harus dibayarkan:

Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:

§ Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja lajang.

§ Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja berkeluarga.

§ Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 3.080.000,-


Cakupan Program

Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo.

2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis.

3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit.

4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).

5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh.

6. Emergensi, merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa. 6

Hak-hak Peserta Program JPK:

1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya

2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum menikah.

3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau mendekati dengan tempat tinggal.

4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero) ataupun tidak.

5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.

6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero) setempat.

7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua dan ketiga.

8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan. 6



Kewajiban Peserta Program JPK

1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)

2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK).

3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.

5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang.

6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana masa berlaku kartu sudah habis.

7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan. 6



Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT Jamsostek (Persero))

1. Peserta

§ Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara

§ Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain

§ Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan bunuh diri, tindakan melawan hukum.

§ Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang, menyelam, balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing, arum jeram.

§ Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai 3 (tiga) anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan persalinan. 6

2. Pelayanan Kesehatan

§ Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap, ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang telah ditetapkan.

§ Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi.

§ General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear).

§ Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri.

§ Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik.

§ Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa).

§ Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas pekerjaan (Occupational diseases/accident).

§ Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX.

§ Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan.

§ Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis.

§ Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan tersebut.

§ Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar, prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti.

§ Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab Penyelenggara JPK.

§ Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk hemodialisa.

§ Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan.

§ Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan).

§ Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang.

§ Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru yang belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography), TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes).

§ Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung. 6

3. Obat-obatan:

§ Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit.

§ Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang bukan atas indikasi medis.

§ Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya.

§ Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya.

§ Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril.

§ Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan obat-obatan kanker.

4. Pembiayaan: 6

§ Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat.

§ Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan, jaminan rawat dan klaim.

§ Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit yang ditunjuk.

§ Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK.

§ Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun sudah termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU) pada penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari 20 hari/kasus/tahun.

§ Biaya tindakan medik super spesialistik.

§ Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak.

3. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. 6

Manfaat

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 6

1.Biaya Transport (Maksimum)

Darat/sungai/danau Rp 750.000,-

Laut Rp 1.000.000,-

Udara Rp 2.000.000,-

2.Sementara tidak mampu bekerja

Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan

Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan

Seterusnya 50% x upah sebulan

3.Biaya Pengobatan/Perawatan

Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,- (Maksimum)

4.Santunan Cacat

Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah

Total-tetap:

§ Sekaligus: 70% x 80 bulan upah

§ Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan*

§ Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah

5. Santunan Kematian

Sekaligus 60% x 80 bulan upah

Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan*

Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*

6. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-

7. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3. 6

4. Jaminan Kematian (JK)

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman* dan santunan berkala.

Manfaat Program JK*

Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:

1. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,-

2. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-

3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)

*) sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2007



Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian

Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti:

1. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan.

2. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku.

3. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga).

4. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat.

5. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan). 6


5. Jaminan Pensiun (JP)

Penyelenggaraan program pensiun sukarela oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) hendaknya dipertahankan untuk menjaga tingkat kesejahteraan pegawai setelah pensiun. Program jaminan pensiun BPJS merupakan implementasi program jaminan sosial dengan prinsip memberikan perlindungan dasar dan layak, yang dalam hal ini akan mempunyai pola penyelenggaraan berbeda dengan pola pensiun DPPK/DPLK yang mengedepankan manfaat maksimum (on top). Sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan dengan manfaat maksimum tetap akan menjadi peserta program yang bersifat on top yang selama ini diselenggarakan oleh perusahaan asuransi. 6


Reff:

5. http: www.ilo.org/wcmsp5/.../wcms_170567.pdf‎

6. http: datakesra.menkokesra.go.id/.../tahapan%20transforma, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.





Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Definisi

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah :

1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1 angka 1)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.2,3

Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)

BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:

a. kegotongroyongan;

b. nirlaba;

c. keterbukaan;

d. kehati-hatian;

e. akuntabilitas;

f. portabilitas;

g. kepesertaan bersifat wajib;

h. dana amanat; dan

i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.

3. Pembentukan dengan undang – undang (Pasal 5 ayat 1)

(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.

(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. BPJS Kesehatan; dan

b. BPJS Ketenagakerjaan. 2,3

Pembentukan

Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dengan UU No. 40 Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan.

Batas waktu penetapan UU tentang BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah. RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan. DPR RI mengambil inisiatif menyelesaikan masalah ini melalui Program Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR telah menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama Pemerintah.

DPR RI dan pemerintah mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui untuk disahkan menjadi Undang – Undang. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Presiden pada tanggal 7 November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011. 2,3

Petikan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS :

Pasal 5

(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.

(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. BPJS Kesehatan; dan

b. BPJS Ketenagakerjaan.

Pasal 6

(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan

(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf b menyelenggarakan program :

· Jaminan kecelakaan kerja

· Jaminan hari tua

· Jaminan pensiun

· Jaminan kematian

Reff:
2. http: www.bpjs.info/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.

ASURANSI KESEHATAN


Definisi

PT ASKES (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya. 4

Visi Misi
Visi : Menjadi spesialis dan pusat unggulan Asuransi Kesehatan di Indonesia

Misi :

Memberikan kepastian jaminan pemeliharaan kesehatan kepada peserta (masyarakat Indonesia) melalui sistem pengelolaan yang efektif dan efisien.

Mengoptimalkan pengelolaan dana dan pengembangan sistem untuk memberikan pelayanan prima secara berkelanjutan kepada peserta.

Mengembangkan pegawai untuk mencapai kinerja optimal dan menjadi salah satu keunggulan bersaing utama perusahaan.

Landasan Hukum

PT ASKES (Persero) yang berkedudukan di Jakarta didirikan dengan Akte Notaris Muhani Salim, SH Nomor 104 tanggal 20 Agustus 1992 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akte Notaris NM Dipo Nusantara Pua Upa, SH Nomor 24 tanggal 13 Agustus 2012. 4

Tujuan

Maksud dan tujuan perseroan ialah turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khusunya di bidang asuransi sosial melalui penyelenggaraan asuransi / jaminan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya, dan masyarakat lainnya, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, guna meningkatkan nilai manfaat bagi peserta dan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip – prinsip Perseroan Terbatas. 4

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diatas, Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut :

Menyelenggarakan asuransi kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) bagi Pegawai Negeri Sipil, Perintis Kemerdekaan, Penerima Pensiun, dan Veteran beserta keluarganya

Menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi Pegawai dan Penerima Badan Usaha dan Badan lainnya

Menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah sesuai dengan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Melakukan kegiatan investasi dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang – undangan. 4

Peserta ASKES

Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan penugasan Pemerintah kepada PT ASKES (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1991. 4

Peserta Program ASKES adalah :

Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran (Tuvet dan Non Tuvet) dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga*) yang di tanggung

Pegawai tidak tetap (Dokter/Dokter gigi/Bidan – PTT, melalui SK Menkes nomor 1540/MENKES/SK/XII/2002, tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara Lain). 4

*) anggota keluarga adalah :

Isteri / suami yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan istri / suami (Daftar isteri / suami yang sah yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan termasuk dalam daftar penerima pensiun)

Anak (anak kandung / anak tiri / anak angkat) yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan anak, yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan termasuk dalam daftar penerima pensiun, belum berumur 21 tahun atau telah berumur 21 tahun sampai 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan pendidikan formal, dan tidak atau belum pernah kawin, tidak mempunyai penghasilan sendiri serta masih menjadi tanggungan peserta. Jumlah anak yang ditanggung maksimal 2 anak sesuai dengan urutan tanggal lahir. 4

Reff
4. http: www.ptaskes.com/ ,diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.








Sistem Jaminan Sosial Nasional


Substansi UU SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara. Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 1
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.  Kebutuhan dasar hidup yang layak demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

 Azas, Tujuan dan Prinsip Penyelenggaraan
Sistem jaminan sosial diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal, ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta. 1

             9 prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
1.      Prinsip kegotong-royongan
2.      Prinsip Nirlaba
3.      Prinsip Keterbukaan
4.      Prinsip Kehati-hatian
5.      Prinsip Akuntabilitas
6.      Prinsip Portabilitas
7.      Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
8.      Prinsip Dana Amanat
9.      Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional1

Penanggung Jawab SJSN
Untuk Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertanggung jawab langsung kepada Presiden. DJSN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. 1


1.  http: www.jamsosindonesia.com/sjsn/bpjs, download: buku_reformasi_sjsn_ind, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.


Senin, 28 Januari 2013

Neuritis Optik



I.  Anatomi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a. Oftalmika4,5.

Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel retina membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis optikus.
Di dalam tengkorak, dua nervus optikus menyatu membentuk diskus optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing nervus optikus berjalan mengelilingi pedunculus serebri menuju nukleus genikulatus lateralis, tempat nervus optikus bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf  yang  berakhir  di  kolikulus  superior menghantarkan  impuls  visual  yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil.

Setelah  sampai  di  korpus  genikulatum  lateral,  serabut  saraf  yang  membawa  impuls penglihatan  akan  berlanjut  melalui  radiatio  optika  (optic  radiation)  atau  traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut  mendapat  vaskularisasi  dari  a.  kalkarina  yang  merupakan  cabang  dari  a.  serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 3)4.Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus  Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk  mengkonstriksikan otot sfingter  pupil (gambar 4)4,1.
Gambar 4. Jaras Refleks Pupil1
 II. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:
1.  Pemeriksaan visus
2.  Pemeriksaan refleks pupil
3.  Pemeriksaan lapang pandang
4.  Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya 5 adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.6
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan  refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya6,7.
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke  semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100° dari titik fiksasi, ke medial 60°, ke atas 50 – 60° dan ke bawah 60 – 75°. Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.6
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan besar vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:2.6

III. Gangguan Pada Nervus Optikus
3.1. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk diataranya10:
1.      Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2.      Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
3.      Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti  neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4.      Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak.
5.      Penyakit atau kelainan pada batang otak.
6.      Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion siliare4

3.2. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu  pada lapang pandang atau medan penglihatan. Lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandang sentral dan perifer. Lesi di sebelah anterior kiasma (retina atau nervus optikus) menyebabkan defek lapang pandang unilateral; lesi di mana saja yang terletak di jaras penglihatan posterior terhadap kiasma menyebabkan defek homonim kontralateral. Lesi di kiasma biasanya menyebabkan defek temporal.

Tampilan klinis khas yang mengisyaratkan adanya penyakit nervus optikus adalah defek pupil aferen, penglihatan warna yang buruk, dan perubahan-perubahan pada diskus optikus.

Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus  optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral7.


3. 3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.  Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun bendungan. Bila oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis optik yang biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Bila di bagian distal N.II yang mengalami inflamasi, sedangkan papilnya normal, hal ini disebut neuritis retrobulbar.8

                                Neuritis Optik 

3.1  Definisi
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optikus akibat reaksi autoimun. Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan9.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1.         Retrobulbar neuritis : menunjuk kepada lesi saraf yang akut dan tidak ditemukan adanya gambaran fundus yang abnormal.
2.         Papilitis : mengarah kepada lesi anterior diamana diskus menjadi membengkak dan hiperemis.
3.         Neurorenitinitis : memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi ditujukan kepada suatu proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat retina dan uvea.9

3.2  Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dari optic neuritis di amerika serikat adalah 5 per 100.000 penduduk. Pada ras kaukasian, wanita dan orang yang hidup di dataran tinggi lebih banyak terkena penyakit ini. Pada umumnya terjadi pada usia antara 15-49 tahun (usia rata-rata 30-35 tahun).16
3.3    Etiologi
Optik Neuritis (ON) mungkin berhubungan dengan demyelinisasi (disertai dengan Multipel Sclerosis lebih dari 50%), infeksi, parainfeksi atau autoimmune disease. Pada orang dewasa, demyelinisasi adalah penyebab yang tersering dimana penyebab demyelinisasi sendiri tidak diketahui. ON yang disebabkan infeksi sangat jarang terjadi, meskipun begitu yang paling sering menyebabkan ON adalah virus herpes, Cytomegalovirus, lyme disease, TB dan fungi. Para infeksi yang dapat menyebabkan ON adalah sinus disease, vaksinasi dan enchepalitis. SLE, sjogren syndrome, ankylosing spondylitis dan sarcoidosis telah dilaporkan sebagai penyakit autoimun yang juga dapat menyebabkan ON.17

3.4    Patofisiologi
Hingga saat ini reaksi autoimun merupakan teori yang masih dipegang dalam patofisiologi neuritis optik. Dalam reaksi ini myelin nervus optikus mengalami destruksi sehingga akson hanya dapat memberikan impuls listrik dalam jumlah yang sangat kecil. Bila keadaan ini terus menerus terjadi, maka sel ganglion retina aka mengalami kerusakan ireversibel. Setelah destruksi myelin berlangsung, axon dari sel ganglion retina akan mulai berdegenerasi. Monosit melokalisir daerah tersebut diikuti oleh makrofag untuk memfagosit myelin. Antrosit kemudian berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan sel glia. Daerah gliotik (sklerotik) dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan medulla spinalis (multipel sklerosis).12
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing.  Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus.13


3.5    Manifestasi Klinik
Riwayat dan pemeriksaan merupakan dasar dari diagnosis optic neuritis.  Pasien dewasa dengan ON sering ditandai dengan penurunan penglihatan yang unilateral. Bilateral juga dapat terjadi, tetapi ini lebih sering terjadi pada anak-anak atau populasi Asia dan disebut sebagai 'optospinal MS'. Persepsi penglihatan terhadap warna biasanya juga terpengaruh, dengan warna-warna seperti efek washed out sebelum penurunan penglihatan terjadi. Nyeri orbital di dalam atau di sekitar mata.17

Manifestasi klinis biasanya ditandai dengan nyeri subakut unilateral disertai kehilangan penglihatan yang progresif selama beberapa hari sampai 2 minggu. Kehilangan penglihatan mulai dari kabur hingga tidak respon terhadap cahaya. Kilatan cahaya dapat terlihat saat penderita menggerakkan bola matanya. Pada penderita juga terjadi penurunan penglihatan setelah berolahraga atau saat suhu tubuh meningkat (uhthoff phenomenon).
Tanda dari terjadinya optic neuritis ialah abnormallitas penglihatan terhadap warna, menurunnya kontras dari penglihatan, defek lapangan pandang dan reflek pupil aferen defek positif.19

a.       Tajam penglihatan
Dalam praktek umum, tanda-tanda disfungsi saraf optik dapat diperoleh dari pengujian visual acuity menggunakan grafik Snellen untuk menentukan derajat kehilangan penglihatan. ketajaman visual pada penderita Optic neuritis dapat berkisar mulai dari 6/6 hingga no light perception. Hilangnya visus dapat : ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 / 60), berat (≤ 20 / 70)
Pemeriksaan penglihatan warna sangat penting dan ini dapat dideteksi dengan menggunakan ishihara test. Pola yang paling umum didapatkan pada penderita ON adalah redgreen confusion. Defek relatif aferen pupil merupakan tanda klinis dari ON dan sangat penting bahwa tes ini dilakukan dengan benar. Perlakuan percobaan neuritis optik (ONTT) menunjukkan bahwa sekitar 48% pasien dengan ON pada satu mata memiliki optik neuropati pada mata kontralateralnya. Pada anak-anak, ON cukup sering bilateral dan berulang. Penurunan subjektif pada kontras penglihatan adalah indikator lain dari disfungsi nervus optikus.17
Uhthoff’s phenomenon merupakan hilangnya visus sementara waktu yang terjadi secara intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan optic neuropati. Syndrome ini juga dapat dicetuskan oleh stress emosional, perubahan cuaca, menstruasi, cahaya, makanan, merokok. Patofisiologi dari Unthoff’s syndrome belum diketahui, walaupun adanya hambatan hantaran hingga peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada kadar elektrolit darah dapat dipercaya memegang peranan.
b. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe defek visual yang sering ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang dilaporkan, termasuk skotoma centrocecal, setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang yang normal.

c. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral walaupun mata tersebut buta. Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent pupil di karakteristikan dengan susahnya atau hilangnya konstriksi pada penyinaran langsung, hal ini didapati pada mata yang ipsilateral. Tes dengan lampu senter yang berayun adalah metode sederhana untuk mendeteksi hal ini.

OPTHALMOSKOPI
a.         Perubahan awal11

Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44 % kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18 % dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.
Edema dari diskus optikus (1:3) dengan atau tanpa peripapillary flame-shaped hemorrhages (papillitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda) atau normasl diskus (2:3) retrobulbar ON lebih sering pada dewasa. (willeye)

b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp untuk melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.

c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-kadangdidapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati pada retina dengan berangkat lampu hijau merah.


3.6 Penegakan Diagnosis
Ø  Anamnesa
Riwayat
·         Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang berulang, dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang sama.

Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
1.      Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
2.      Penglihatan warna terganggu.
3.      Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau bersamaan dengan berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di bagian belakang bila digerakkan.
4.      Adanya defek lapang pandang.
5.      Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik (tanda Uhthoff).
6.      Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan melengkung (Pulfrich phenomenon), kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris antara nervus optikus.

Ø  Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.
Langkah-langkah pemeriksaan:
1.      Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai kehilangan total penglihatan.

2.      Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea dalam keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan defek pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.16,2
3.      Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus, dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar. Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada neuroretinitis.14,2

Ø  Pemeriksaan Tambahan
-          Tes konfrontasi
-          Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu, umumnya warna merah yang terganggu.2

Ø  Pemeriksaan Anjuran
-          Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala.
-          Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.2



3.8 Penatalaksanaan
Terapi Jangka Pendek
Dalam ONTT, pada pasien yang diberi perlakuan dalam 8 hari setelah onset gejala untuk menerima prednison oral (1 mg per kilogram berat badan per hari selama 14 hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari), dan pasien yang menerima intravena metilprednisolon (250 mg setiap 6 jam selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral mg (1 per kilogram per hari selama 11 hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari), atau oral placebo. Pengobatan dengan metilprednisolon intravena ternyata menghasilkan pemulihan visus yang lebih cepat. Angka kejadian multiple sclerosis dua tahun setelah pengobatan dengan infus metilprednisolon sebesar 7,5 persen, dibandingkan dengan 14,7 persen di antara pasien yang menerima prednisone dan 16,7 persen placebo.18
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik adalah sebagai berikut13:
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1.      Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1  lesi demielinasi tipikal :
                Regimen selama 2 minggu :        
a.      3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari  i.v
b.      11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral
c.      Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15  sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d.     Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.
2.      Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a.    Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b.    Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-1α selama 28 hari
c.    Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

3.      Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a.       Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian
b.      Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c.       Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata kontralateral
d.      MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1.      Observasi
2.      Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3.      Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.


Terapi jangka panjang
Interferon beta-1a dan interferon beta-1b telah terbukti dapat  mengurangi angka kejadian multipel sklerosis pada pasien dengan demielinasi akut optik neuritis dan dua atau lebih karakteristik dari lesi demielinisasi pada MRI. Controlled high-risk Subjects Avonex Multiple Sclerosis Prevention Study (CHAMPS) termasuk 383 pasien dengan neuritis optik akut atau demielinasi lainnya yang berada pada resiko tinggi untuk terkena multiple sclerosis berdasar bukti MRI (dua atau lebih whitematter lesion). Semua pasien menerima 1 g per hari intravena metilprednisolon selama 3 hari; 193 pasien secara acak diberikan suntikan intramuskular 30 mg interferon beta-1a (Avonex) selama 27 hari dan 190 secara acak untuk suntikan mingguan plasebo. pasien yang diobati dengan interferon beta-1a memiliki angka probabilitas lebih rendah untuk terjadinya multiple sklerosi selama 3 dibandingkan dengan mereka yang menerima placebo. 18

3.9 Prognosis
                Perbaikan  visual yang terjadi pada penderita ON ini cukup cepat, bertahap dan berlangsung hingga 1 tahun setelah serangan. Ketajaman visual yang diperoleh rata-rata 1 tahun setelah serangan neuritis optik adalah 20/15, dan kurang dari 10% pasien memiliki ketajaman visual tetap kurang dari 20/40. Parameter lain dari fungsi visual, termasuk sensitivitas kontras, persepsi warna, dan lapang pandang, meningkat seiring dengan peningkatan ketajaman visual. Kebanyakan  dari pasien, yang mengalami serangan neuritis optic lebih dari sekali, dapat mempertahankan visus yang sangat baik selama minimal 15 tahun setelah serangan neuritis optic pertama.16
Meskipun prognosis keseluruhan untuk ketajaman visual setelah serangan neuritis optik akut sangat baik, beberapa dari pasien mengalami hilangnya penglihatan cukup parah yang menetap setelah satu kali serangan. Lebih jauh lagi, bahkan pasien dengan peningkatan fungsi visual untuk "normal" mungkin mengeluh photopsias atau kehilangan visual sementara akibat overheat atau setelah olahraga (Uhthoff phenomenon). Dua hipotesis utama tentang gejala Uhthoff adalah bahwa (1) peningkatan suhu tubuh dapat mengganggu konduksi dari akson n. optic (2) olahraga dapat mempengaruhi lingkungan metabolic disekitar n. optic yang juga dapat mengganggu konduksi dari akson.
Sekitar 25% pasien yang mengalami serangan neuritis optik akut akan mengalami serangan kedua pada mata yang sakit atau serangan baru pada mata yang sebelumnya tidak terkena. Resiko kambuhnya atau serangan baru secara substansial lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan dosis rendah prednison oral dibandingkan pasien yang tidak mendapat perawatan atau yang dirawat dengan 3-hari dosis tinggi (1 g / hari) intravena metilprednisolon diikuti dengan 2-minggu dosis rendah (1 mg / kg / hari) prednison.16

DAFTAR PUSTAKA


1.      Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. hal 825.

2.      American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Hal. 144.

3.      Ropper, A. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. New York: McGraw-Hill. Hal.213

4.      A.K. Kurana. Comprehensive Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International 2007. P 288-96.

5.      Froetscher M & Baehr M. Duus. Topical Diagnosis in Neurology. 4  edition. 2005. Stuttgart: Thieme. p 130 – 137.

6.      Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p 25 – 46.

7.      Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p 31 – 33.
8.      Gilroy Jhon. Abnormalities of Pupillary Light Reflex. In : Basic Neurology. Third edition.
9.      Siregar, N. Papilitis. 2003. USU Digital Library
10.  Chu, E. R. 2009. Optic neuritis – more than a loss of vision. Australian Family physician Vol. 38, No. 10, October 2009.
11.  Schiefer, U. 2007. Clinical Neuro-Ophthalmology. Nw York: Springer.
12.  Guy V. Jirawuthiworavong. 2010. Demyelinating Optic Neuritis. Article (http://eyewiki.aao.demyelinating_optic_neuritis, Diakses 23 Maret 2012)
13.  Osborne B, Balcer LJ.  Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
14.  Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth dan John P. Whitcher, MD, MPH. 2008. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
15.  The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.
Optic neuritis : diagnosis, treatment and prognosis. Dapat diunduh dari  URL : http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf (tanggal diunduh : 4 Juni 2012)

PN, shams. 2009. Optic neuritis : Review. The National Hospital for Neurology & Neurosurgery, London, UK. Dapat diunduh dari URL : http://www.msforum.net/journal/download/20091682.pdf (tanggal diunduh : 4 Juni 2012)

Balcer, Laura J. 2006. Optic neuritis. Dapat diunduh dari URL : http://www.nejm.org (tanggal diunduh : 4 Juni 2012)

S J Hickman, C M Dalton. 2002. Management of acute optic neuritis. Neuro-Ophthalmology Department, Moorfields Eye Hospital, London. Dapat diunduh dari URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12493277 (diunduh pada tanggal : 4 Juni 2012)