Asro Medika

Sabtu, 20 Agustus 2011

tutorial isk


Diagnosis Banding

ISK bagian bawah
Pyelonefritis akut
Nyeri abdominal
+
+
Polakisuria
+
+
Disuria
+
+
Demam derajat rendah
+
+
Nyeri tekan suprapubik
+
+
Pembengkakan suprapubik
+
+
Piuria
+
+
Hematuria
+
+
Nitrit (+)
+
+
Nyeri costovertebral
-
+

Diagnosis kerja: infeksi saluran kemih bagian bawah.

INFEKSI AKUT SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH ( SISTITIS AKUT).
            Sistitis akut adalah radang pada selaput mukosa kandung kemih yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut).
            Sistitis akut termasuk infeksi saluran kemih tipe sederhana (uncomplicated type). Sebaiknya sistItis akut yang sering kambuh termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type); memerlukan perhatian khusus  dalam pengelolaannya.

Etiologi
Lebih dari 90% episode bacterial cystitis akut disebabkan oleh E. coli. Staphylococcus saprophyticus, yang merupakan coagulase-negative staphylococcus, adalah penyebab cystitis kedua pada wanita muda. Patogen lain adalah bakteri enteric, contohnya Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter. Organisme ini sering resisten terhadap banyak antoibiotik.
Penyebab cystitis lain, khususnya yang dikateterisasi, diabetes atau yang imunosupresi adalah Pseudomonas aeruginosa, dan jamur seperti Candida dan Torulopsis glabrata. 

Gram-negative bacteria            Gram-positive bacteria
            - E- coli (80%)                         - Enterococcus sp
            - Klebsiella peumoniae                        - S. aureus
            - Proteus mirabilis                               - S. epidermidis
            - Enterobacter aerogens                      - S. coagulase negative
            - Pseudomonas aeruginose
            - Serratia Sp
            - Salmonella
Mycobacteria
denovirus type 11 & 12
Candida albican 

Epidemiologi
  • Neonatal laki-laki lebih sering terkena ISK daripada perempuan dan lebih sering ISK yang terinfeksi oleh bakteri E. coli.
  • Wanita mempunyai insiden ISK yang lebih tinggi karena uretra yang pendek, kebersihan perineal yang buruk dan sering menahan kencing.
  • Insiden pada anak-anak sebelum sekolah sekitar 2% dan 10 kali lebih sering pada perempuan.
  • Sekitar 5% perempuan yang masih sekolah menderita ISK. Jarang pada laki-laki.
  • Wanita dewasa : pria dewasa = 30:1
  • 40 % dari semua wanita pernah sekurang-kurangnya 1 kali menderita ISK. Lenih dari 20% wanita muda dengan cystitis akut menderita ISK berulang. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia dan kegiatan seksual.
  • Wanita postmenopausal mempunyai resiko lebih besar terinfeksi karena prolaps uterine atau kandung kemih, kehilangan estrogen yang menyebabkan perubahan pada flora vagina, hilangnya lactobacilli dalam flora vagina sehingga adanya kolonisasi periuretra dengan gram negative (E. coli) dan adanya factor resiko diabetes.
Faktor Resiko
  • Abnormalitas dari saluran kemih yang merusak atau memperlambat aliran urin yang memudahkan bakteri tumbuh di kandung kemih. Seperti adanya batu kemih dan pembesaran kelenjar prostate.
  • Pernah dikateterisasi pada kandung kemih.
  • Penderita diabetes.
  • Pasien imunosupresi.
  • Hubungan sexual
  • Pasien dengan kandung kemih neurogenic atau divertikulum
  • Wanita postmenopause dengan prolaps kandung kemih
  • Wanita hamil (4-10%)
  • Wanita yang memakai kontrasepsi spermicide atau diafragma
Manifestasi Klinis
Gejala klinis ISK dapat bervariasi dan tumpang tindih.
ISK bawah:
- Nyeri atau rasa terbakar pada saat kencing
- Sering kencing
- Tidak dapat menahan kencing
- Rasa susah kencing
- Nyeri perut bagian bawah
- Demam
ISK atas:
- Demam
- Muntah
- Nyeri kosto-vertebral yaitu nyeri di belakang atau samping sekitar pinggang
Gejala Klinis Pada Anak
- Anak < 3 tahun : demam, muntah, gelisah
- Anak > 3 tahun : demam, nyeri perut, muntah, hilang nafsu makan, sering kencing, nyeri pada saat kencing.
            Manifstasi klinis ISK bergantung pada umur penderita & lokalisasi infeksi di dalam saluran kemih.
  •  Pada nenonatus : pertumbuhan terhambat, muntah, mudah terangsang, tidak mau makan, temperatur tidak stabil, perut gembung, ikterus, dll.
  • Pada usia 1 bulan - < 1 tahun : demam, mudah terangsang, kelihatan sakit, nafsu makan berkurang, muntah, diare, perut gembung, ikterus.
  • Pada anak prasekolah & anak sekolah, gejala ISK umunya terlokalisasi pada saluran kemih : disuria, polakisuria & urgency.

Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam slauran kemih dapat melalui :
Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi tersebut.
  • Hematogen
  • Linfogen
  • Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistiskopi
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan asending, tetapi dari kedua cara ini asendinglah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Infeksi asending dapat terjadi mulai dari kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina, masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung kemih kemudian naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
Pada kebanyakan kasus organisme penyebab dapat mencapai kandung kemih melalui uretra.infeksi ini sebagai sistisis, dapat terbatas di kandung kemih saja/dapat merambat ke atas melalui uretra ke ginjal. Organisme juga dapat sampai ke ginjal atau melalui darah/getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan dari kandung kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sampai menyerang mukosa.
Obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih mengakibatkan penimbunan cairan, bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim ginjal/hidronefrosis. Di samping itu obstruksi yang terjadi di bawah kandung kemih sering disertai refluks vesiko ureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal dan uretra, batu saluran kemih, neoplasma, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra serta penyempitan uretra.
Patogenesis
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
1.         Secara ascending yaitu:
-       Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
-            Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.

2.         Secara hematogen yaitu:
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pemeriksaan penunjang
1.         Urinalisis
-   Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
-   Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.         Bakteriologis
-   Mikroskopis
-   Biakan bakteri
3.         Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.         Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.         Metode tes
-   Tes diagnosa untuk menentukan bakteriuria yaitu:
1.        Tes sedimentasi, mendeteksi secara mikroskopis adanya kuman dan lekosit di endapan urin. Tes positif perlu dipastikan dengan dip-slide test.
2.        Tes nitrit ( Nephur R ), menggunakan strip mengandung nitrat yang dicelupkan di urin. Semua gram negatif dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.
3.        Dip- slide test, menggunakan persemaian kuman di kaca objek yang sesuai inkubasi ditentukan  jumlah koloninya secara mikroskopis.
4.        Pembiakan lengkap, dilakukan sesudah terjadinya residitif 1-2 kali, terlebih pada ISK anak-anak dan pria.
5.        Tes ABC ( antibody coated bacteria ) adalah cara imunologi guna menentukan Isk yang letaknya lebih tinggi. Tubuli secara lokal membentuk antibodi terhadap kuman yang bereaksi dengan antigen yang berada di dinding kuman.
-   Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
-   Tes- tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

Pengobatan dan penatalaksanaan
 A. Pengobatan secara umum
 Terhadap panas, muntah, dehidrasi dan lain lain. Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing Pengobatan simptomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan fenazopiridin (pyridium) 7-10 mg/kgBB/hari. Di samping itu perlu juga mencari dan mengurangi atau menghilangkan faktor predisosisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing dan memperhatikan kebersihan perineum meskipun usaha usaha ini kadang kadang tidak selalu berhasil (2)
B pengobatan khusus
 Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pengobatan terhadap infeksi akut
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
3. Menditeksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis, kongenital maupun yang didapat pada traktus urinarius
1. Pengobatan infeksi akut
 Pengobatan yang segera dan adequat pada fase akut dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya peilonefritis kronis. Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpel (uncomplicated infection) diberikan antibiotik / kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary drug) ialah ampisilin, kotrimoksasol, sulfisoksasol, asam nalidiksat dan nitrofurantoin. Sebagai pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat golongan aminoglikosid (gentamisin, sisomisin, amikasin dan lain lain), sefaleksin, doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan selama 7 -14 hari (2)
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
 Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% di antaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan  biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati  seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih dari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan pengobatan profilaksis dengan obat antisepsis urin yaitu nitrofurantoin, kotrimoksasol, sefaleksin atau nalidic acid. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 6 bulan.
 Bila infeksi traktus urinarius disertai dengan kelainan anatomis (disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection) maka hasil pengobatan biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun
3. Koreksi pembedahan
 Bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, maka perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya. Refluk stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksinya. Pada stadium IV perli dilakukan koreksi bedah yaitu dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih (uretreroneosistostomi). Pada keadaan keadaan tertentu misalnya pada pionefrosis atau pielonferitis atrofik kronis, tindakan nefrektomi kadang perlu dilakukan

Prognosis
ISK nonklompikata dan belum disertai komplikasi prognosis baik. ISK komplikata atau yang sering kambuh akan berlanjut menjadi gagal ginjal kronik kemudian hari.
Komplikasi
Pada gadis kecil sering terjadi penyulit pielonefritis akut, karena insiden refluk vesiko-ureter meninggi pada usia muda. Pada orang dewasa relatif jarang ditemukan refluk vesiko-ureter. Mungkin juga terjadi batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal . Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik.

Kompetensi Dokter Umum: 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

 
Daftar Pustaka
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29.       Jakarta: EGC.
Purnomo, B Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Alatas, Husein, dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2. jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Staf Pengajar FK UI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara, Jakarta, Indonesia.
Sukandar, Enday. 2006. Nefrologi Klik Edisi III. Bandung: Pusat informasi Ilmiah Fak. Kedokteran UNPAD.
Price, Sylvia A dan larraine M Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC




tutorial CHF


Shortness of breath
Definisi    : perasaan sulit bernafas , cepat dan dangkal
Penyebab :
-          Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
-          Sesak nafas tidak hanya terjadi pada penyakit jantung; penderita penyakit paru-paru, penyakit otot-otot pernafasan atau penyakit sistem saraf yang berperan dalam proses pernafasan juga bisa mengalami sesak nafas.
-          Setiap penyakit yang mengganggu keseimbangan antara persediaan dan permintaan oksigen bisa menyebabkan sesak nafas (misalnya gangguan fungsi pengangkutan
Gangguan yang mempengaruhi saraf dan otot pernapasan
Macam-macam pernapasan pendek
·         Dispnea                                 : kesulitan bernapas
·         Ortopnea                                : kesulitan bernapas pada posisi berbaring
·         Dispnea nokturnal paroksismal : dispnea yang terjadi saat tidur


Dampak napas pendek
Kegagalan pernapasan. Pada hal ini terjadi pernapasan yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Pada kegagalan pernapasan, tekanan parsial oksigen (PO2) di darah arteri kurang dari 50 mmHg, dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) di daerah arteri lebih dari 50 mmHg dengan pH sama atau kurang dari 7,25.

Mengapa Mrs. Cik Ya tidur dengan  dua bantal? Apa tujuannya?
Ia tidur dengan dua bantal karena dia mengalami kesulitan bernapas kecuali pada posisi tegak lurus (orthopnea). Dengan posisi tegak atau semivertikal dengan menggunakan dua bantal atau lebih untuk menyangga kepala serta dada dari posisi berbaring, atau pasien duduk tegak pada kursi.
Dalam keadaan terlentang seperti saat tidur, akan meningkatkan kembalinya vena ke jantung dan akumulasi cairan interstitium pada paru-paru. Akibatnya, jalan napas kecil (small airway)menjadi kolaps dan pasien menjadi sulit bernapas.
Tujuannya :  Hal tersebut dilakukan oleh Mrs. Cik Ya untuk membantu pernapasannya agar jalan napasnya menjadi lebih lancar.

Obat  apa yang digunakan saat Mrs. Cik ya edeme dan palpitasi ? (sewaktu datang ke dokter pertama kali)
Edema
Diuretikà Furosemid merupakan obat standar untuk gagl jantung dan juga
tanda-tanda bendungan sirkulasi seperti peninggian tekanan vena juguler,
edema paru, edema tungkai, dan asites. Furosemid lebih banyak digunakan
dari pada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan
dan kurva dosis responsnya kurang curam. Untuk edema akut diperlukan
pemberian IV. Pada keadaan ini perbaikan klinik dicapai karena terjadi
perubahan hemodinamik dan penurunan volume cairan ekstrasel dengan
cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan berkurang.

Obat
Sediaan
Dosis
Efek
Furosemid
Tab. 20 dan 40 mg
Injeksi 20 mg/ amp 2 ml
10-40 mg oral 2 X sehari (HT)
20-80 mg IV, 2-3 X sehari (CHF)
Sampai 250-20000 mg oral/ IV
Diuresis dalam 10-20 menit
Efek maksimal 1,5 jam
Lama kerja 4-5 jam
Palpitasi
β bloker à efeknya terhadap system saraf otonom, menurunkan konduksi
dan kontraksi jantung.
Berbagai mekanisme akibat pemberian β bloker adalah :
a.       Penurunan frekuensi dnyut jantung dan kontraktilitas miokard
b.      Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
Gambaran Klinis
Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung Kanan
Gejala
Penurunan kapasitas aktivitas
Dispneu (mengi, orthopneu)
Hemoptisis
Lethargy dan kelelahan
Penurunan nafsu makan

Tanda
Kulit lembab
Perubahan tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal)
Denyut nadi (volume normal /rendah) (alternans/ takikardia/aritmia)
Pergeseran apex
Regurgitasi mitral fungsional
Krepitasi paru
(± efusi pleura)
Gejala
Pembengkakan pergelangan kaki
Dispneu (bukan orthopneu atau PND)
Penurunan kapasitas aktivitas
Nyeri dada

Tanda
Denyut nadi (aritmia takikardia)
Peningkatan JVP
Edema
Hepatomegali dan asites
Gerakan bergelombang parastemal
S3 atau S4 RV
(Efusi Pleura)

Tabel 7. Gambaran Klinis gagal jantung

 



Amoxicillin
v  Farmakokinetik
   Amoxicillin lebih mudah diserap oleh usus, setelah di absorpsi, didistribusikan secara luas ke dalam cairan tubuh dan jaringan. Amoxicillin tidak larut dalam sel dan tidak dapat masuk dalam dinding sel yang hidup. Pada kebanyakan jaringan konsentrasinya setara dengan yang berada dalam serum, Kadar yang lebih rendah ditemukan dalam mata, prostat, dan susunan saraf pusat. Amoxicillin yang diabsorpsi juga mencapai cairan pleura pericardium dan sendi dengan baik. kebanyakan yang diabsorpsi akan cepat diekskresi oleh ginjal kedalam urin, dalam jumlah kecil akan diekskresi melalui jalur lain.10% ekskresi ginjal melalui filtrasi glomerulus dan 90% oleh sekresi di tubulus sampai maksimal kira-kira 2gr/jam pada orang dewasa.sekresi tubulus dapat dihambat oleh sebagian probenesid untuk mencapai kadar sistemik.
v  Indikasi :
·         Infeksi telinga, hidung dan tenggorok yang disebabkan oleh streptococcus pneumonia, staphylococcus yang tidak memproduksi penisilinase dan haemophillus influenza.
·         Infeksi saluran kencing
·         Infeksi kulit dan jaringan lunak
·         Infeksi saluran napas bagian bawah
·         Gonorrhea 
v  Kontraindikasi :
   Hipersensitif, bisa terjadi anafilaktik syok terutama pada penderita dengan riwayat sensitive terhadap berbagai allergen.
v  ESO
   Saluran pencernaan : rasa mual, muntah dan diare
   Hipersensitif : urtikaria
   Hematologi : anemia, trombositopenia, eosinofilia, leucopenia, agranulositosis

v  Dosis
   Oral : 250-500 mg tiap 8 jam
   Lama pengobatan : pengobatan diteruskan paling sedikit 48-72 jam setelah gejala hilang, atau setelah bakteri terberantas
v  Interaksi obat
   Probenesid : meninggikan kadar amoxicillin dalam darah dan toksisitasnya.
v  Dalam darah, amoxicillin dapat meninggikan SGOT.

Paracetamol
Merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzene.
Farmakodinamik: - menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang,
                             - menurunkan panas.
Efek antiinflamasi sangat lemah oleh karena itu tidak digunakan sebagai anti reumatik. Paracetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek erosi dan iritasi tidak terlihat pada obat ini.
Farmakokinetik: diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
                           Konsentrasi tertingi dalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 jam
                           dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke  
               seluruh cairan tubuh 25% terikat protein plasma. Obat ini   
               dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.
               Sebagian paracetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan
               sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat  
               ini dapat mengalami hidroksilasi dimana metabolitnya dapat
               menimbulkan methemoglobin dan hemolisis eritrosit.

v  Indikasi : nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala, mialgia,dan
                keluhan sesudah tonsilektomi), serta demam yang menyertai  
    infeksi bakteri dan virus.
v  Dosis :     300-600 mg setiap 4-6 jam, sampai 3000 mg/hari.
v  ESO
Hematologi : anemia, neutropenia, leucopenia, trombositopenia,pansitopenia
Hipersensitivias : kelainan kulit eritematosis atau urtikaria, lesi mucosal,  
                             edema larynx,demam

Ambroxol
Suatu metabolit bromheksin yang cara kerjanya dan penggunaannya sama. Obat ini merupakan golongan obat mukolitik yang dapat mengencerkan secret saluan nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum.
v  ESO: mual dan peninggian transminase serum. Hati-hati pada pasien dengan tukak lambung.
v  Indikasi:
Penyakit saluran napas akut & kronik yang berkaitan dengan sekresi bronkus yang abnormal, terutama pada bronkhitis kronis yang memburuk, bronkhitis asmatis, asma bronkhial.
v  Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ambroxol.

Komposisi:
Tiap tablet mengandung ambroksol hidroklorida 30 mg.

Dosis:
Dewasa: sehari 3 kali 1 tablet.
Dosis dapat dikurangi menjadi 2 kali sehari, untuk pengobatan yang lama.
Harus diminum sesudah makan.

v  Dewasa dan anak berusia di atas 12 tahun : 3 kali sehari 1 tablet.
Pengobatan jangka panjang : 2 kali sehari 1 tablet.

v  Interaksi Obat:
Kombinasi ambroksol dengan obat-obatan lain dimungkinkan, terutama yang berhubungan dengan sediaan yang digunakan sebagai obat standar untuk sindroma bronkitis (glikosida jantung, kortikosterida, bronkapasmolitik, diuretik dan antibiotik).

Perhatian:
Pemakaian pada kehamilan trimester pertama tidak dianjurkan.
Pemakaian selama menyusui keamanannya belum diketahui dengan pasti.

Cara Penyimpanan:
Simpan pada suhu kamar (di bawah suku 30 derajat Celcius) dan tempat kering, terlindung dari cahaya.
PerhatianPemakaian pada kehamilan trimester pertama tidak dianjurkan.
Pemakaian selama menyusui keamanannya belum diketahui dengan pasti.

Previous history:

Pharyngitis
Definisi
Pharyngitis adalah inflamasi pada belakang tenggorokan. Keadaan ini berujung pada tenggorokan serak, tidak nyaman, ataupun gatal pada tenggrokan. Paling umum adalah akibat infeksi dan paling sering terjadi pada anak-anak.
Manifestasi Klinik
ü  Serak
ü  Nyeri saat menelan
ü  Demam
ü  Pembesaran limfe di leher
ü  Ingusan
ü  Sakit kepala
ü  Pada kasus yang jarang, susah bern
Penyebab
Pharyngitis dapat disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu yang dapat didapat melalui kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi sebelumnya yang dapat berpindah via sekresi nasal dan saliva. Virus yang dapat menyebabkan pharyngitis ialah termasuk virus common cold, flu, dan mononucleosis. Bakteri yang dapat menyebabkan pharyngitis biasanya termasuk golongan A-streptococcus.

Faktor Risiko
Musim demam dan flu atau dikelilingi oleh orang-orang yang sedang demam/flu atau menderita sore throat.

Interpretasi pemeriksaan laboratorium
1.      Hb ; fungsinya mengangkut O2
Nilai normal :
Wanita : 12-16 gr/dl
Pria  : 14-18 gr/dl
Bayi : 12-24 gr/dl
Anak : 10-16 gr/dl
Nyonya Cik Ya Hbnya 12,2 g % artinya Hb dari nyonya Cik Ya adalah normal.
2.      Leukosit (WBC); Pertahanan Tubuh
Nilai normal
Dewasa :4000-10000/mm3
Anak :9000-12000/mm3
Bayi baru lahir : 9000-30000/mm3
Nyonya Cik Ya WBCnya diatas normal yaitu 15000 yang menunjukkan adanya peningkatan Leukosit (leukositosis), hal ini berarti terdapat proses infeksi pada Tubuh nyonya Cik Ya. Terbukti dengan terdapatnya recurrent pharingitis dan vegetasi(+) pada pemeriksaan lanjutan. Leukositosis juga dapat terjadi karena pengaruh dari obat-obatan seperti aspirin, prokainamid, serta antibiotik seperti vankomisin dan streptomycin
3.      Trombosit/Platelet; proses pembekuan darah
Jumlah normal : 200000-400000
Ny. Cik Ya jumlah trombositnya normal yaitu 250000.
4.      Different count/ hitung jenis leukosit
Urutan : basofil/eosinofil/Netrofil batang/Netrofil
  segmen/limfosit/Monosit
Nilai normal : 0,4-1/1-3/0-5/50-65/25-35/4-6
Ny. Cik ya    : 1    /   1   /3    /70     /30     /2.
Interpretasi  :shift to the right. (terjadi peningkatan Netrofil segmen ,
         namun terjadi penurunan pada monosit)
   Netrofil paling cepat bereaksi terhadap radang disbanding leukosit lain. Netrofil segmen merupakan netrofil matang. Peningkatan netrofil biasanya pada kasus infeksi akut, kerusakan jaringan (AMI).
Jadi netrofil meningkat pada ny. Cik Ya karena terdapat radang yaitu pharingitis dan menimbulkan kerusakan jaringan (AMI).
5.      Kolesterol
Kolesterol dalam darah cenderung membuat endapan yang nantinya akan mempersempit lumen pembuluh darah.
Nilai ideal :
Sampai dengan 200 ml/dl
Risiko sedang : 200-240 ml/dl ; risiko tinggi :>240 mg/dl
Klinis : peningkatan kolesterol mengakibatkan aterosklerosis.
6.      Trigliserida
Penyebab utama gangguan penyakit arteri disbanding kolesterol.
Nilai normal :
Dewasa muda : s/d 150 mg/dl
Tua : s/d 190 mg/dl
Anak : 10-135 mg/dl
Ny. Cik Ya :240 , terjadi peningkatan yang meningkatkan resiko penyakit pada arteri.
7.      Gula darah
KGd puasa 70-100 mg/dl  (dewasa)
KGD postprandial : < 140 mg/dl
Ny. Cik Ya :105 % , interpretasi sebagai kadar gula darah normal.
8.      Pemeriksaan Reduksi
Normal : (-)
Ny. Cik Ya : (-)
Tidak ada glukosa yang tereduksi dalam urin, berarti keadaan normal pada ny. Cik Ya
9.      SGOT (serum glutamik oksaloasetik Transminase)
Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum menunjukkan adanya kerusakan jaringan terutama pada hati dan jantung.
Pada penderita infark jantung , SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak ketika 24-36 jam kemudian dan kembali normal pada hari ketiga sampai hari kelima.
Nilai normal :
Laki-laki : 37 U/L
Wanita : 31 U/L
Ny. Cik Ya  :52 U/L ,yaitu terjadi peningkatan ringan yang penyebabnya biasanya : perikarditis, sirosis hepatis, infark paru, CVA
10.  SGPT (serum glutamik pyruvik transaminase)
Enzim yang ada pada hati
Nilai normal :
Laki-laki :s/d 42 U/L
Wanita : s/d 32 U/L
Peningkatan dalam serum mengindikasikan telah terjadi kerusakan pada hati, hal ini di tunjang dengan terasanya hati dengan 3 jari.

11.  Bilirubin
Nilai normal : 0-1,1 mg/dl
Ny. Cik Ya 1,8 mg/dl menunjukkan telah terjadi penuruna kerja hati.
12.  Ureum
Nilai normal : 10-50 mg/dl
Ny. Cik Ya 40 mg/dl , yang artinya normal
13.   Kreatinin.
Nilai normal :
Pria  0,6-1,3 mg/dl
Wanita : 0,5 -0,9 mg/ dl
Ny. Cik Ya 1,1 mg/dl artinya terjadi peningkata pada kreatinin yang menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan penyusutan massa otot rangka. Peningkatan ini juga terjadi pada AMI.
14.  CK NAC
Merupakan enzim berkonsentrasi tinggi pada jantung dan otot rangka.
Nilai Normal :
Pria : 30-180 IU/L
Wanita : 25-150 IU/L
Pada ny. Cik Ya 140 , yang masih dalam batas normal, peningkatan pada CK mengindikasikan adanya kerusakan pada miokardium.
15.  CK MB
Nilai normal : < 10 U/L
Ny. Cik Ya 25 U/L yang artinya terdapat AMI, cedera cerebrovaskular.
16.  Troponin
Nilai normal : <0,03
Ny. Cik Ya 0,1 ng , terjadi peningkatan pada nyona Cik Ya. Peningkatan ini menjadi pertanda positif cedera sel miokardium.
17.  Sodium
Nilai normal :
Dewasa : 135-145 mEq/L
Ny. Cik Ya 135 yang artinya normal.
18.  Potasium
Nilai normal :
Dewasa : 3,5-5,0 mmol/L
Ny. Cik Ya 4 mmol/L yang artinya normal.


EKG.
1.      AF rapid ventricular respon
Menandakan bahwa serabut otot atrium telah bergerak secara bebas, tidak ada gelombang P.
2.      Left axis
3.      130x/mnt… menandakan adanya ventricular respon yang cepat
4.      Left atrial Hipertrofi
Kriteria dari  abnormalitas atrium kiri : interval P di II melebar (> 0,12). Sering gelombang P berlekuk karena mempunyai 2 puncak. Defleksi terminal V1 negatif dengan lebar >0,04 dtk.
5.      RAH
Kriteria abnormal : P tinggi dan lancip di II,III, dan aVF = tinggi > 2,5 mm dan interval >0,11 dtk, defleksi awal di V1 > 1,5 mm
6.      RVH
7.      Kriterianya : Rasio R/S yang terbalik :
R/S di V1>1
R/S di V6<1
Sumbu QRS pada bidang frontal yang bergeser ke kanan.
8.      LV strain

Echocardiogram.
1.      Wall motion normal : Tidak ada penumpukan cairan di kantung pericardium.
2.      MS severe : IPDL gambar 22.
Penyakit reuma atau infeksi menimbulkan parut yang dapat menyempitkan orifisium katup mitral. Penyempitan yang berat menyebabkan hambatan bagi darah yang mengalir dari paru ke vena pulmonal. Vena melebar karena bertambah isinya. Selain itu teknana atrium juga akan bertambah, keadaan ini disebut hipertensi pulmonal karena bendungan pada vena. Pekerjaan ventrikel kanan menjadi bertambah. Otot ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Lalu diikuti dilatasi ventrikel kanan dan terjadi insufisiensi dari katup tricuspid.
3.      Vegetasi (+)
Massa yang terdiri dari platelet, fibrin mikroorgaisme, dan sel-sel inflamasi.
4.      MR Mild : IPDL gambar 29
Hal ini dapat terjadi karena : otot papilaris lemah karena meradang, melebar mengikuti dilatasi atrium kiri atau ventrikel kiri yang akhirnya menyebabkan RVH
5.      AR moderate
Aorta tidak menutup dengan sempurna. Penyebabnya adalah radang reuma dan dilatasi ventrikel kiri. Bila ventrikel kiri mengalami kegagala, maka atrium kiri dan pembuluh darah paru melebar, terutama vena pulmonalis
6.      TR moderate :IPDL gambar 34.
7.      Pulmonary hypertension moderate
8.      PR mild
9.      Ejection Fraction 55%
Hal ini menunjukkan telah terjadi gagal jantung diastolic pad any. Cik ya, krn seharusnya EF< 50%
10.  Thrombus Attached to LA
11.  Efusi pericard minimal
Dalam kantung pericardium tidak ada cairan yang berlebihan.

Serangan berulang akan menyebabkan gangguan progerisis pada bentuk jantung.
Dalam kasus ini pasien juga dikabarkan mengalami asymetric and migratory arthritis. Hal ini adalah salah satu manifestasi klinik dari demam rematik. Sebagai lanjutan dari pharingitis
Dampak:
Demam rematik mempuyai dampak terhadap lapisan-lapisan jantung
a.       Endokardium  à mengenai endotel katup à pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup à vegetasi seperti manik-manik di sepanjang pinggir daun katup à mengganggu penutupan katup yang efektif à regurgitasi katup; stenosis tidak terdeteksi sebagai lesi akut à bising jantung
b.      Miokardium à timbul lesi nodular khas (badan Aschoff) pada dinding jantung à pembesaran jantung atau gagal jantung kongestif
c.       Perikarditis à timbul bersamaan dengan miokarditis dan valvulitis à penebalan lapisan pericardium à perikarditis eksudatif à timbul sebagai suara gesekan atau dapat pula timbul efusi pericardium

Pada wanita menopause resiko terkena penyakit jantung semakin meingkat. Hal ini berhubungan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada perempuan.


DEMAM REMATIK

            Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Puncak insiden demam rematik terdapat ada kelompok usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun
            Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

Perjalanan penyakit demam rematik
            diawali dengan adanya infeksi bakteri Streptococcus beta-hemolyticus golongan A pada kerongkongan. Infeksi ini menyebabkan penderita mengeluh nyeri kerongkongan dan demam. Bila infeksi pada tahap ini tidak diobati, bakteri Streptococcus yang ada akan melakukan perlengketan yang kuat (adherence) di daerah sekitarnya dan merangsang pengeluaran protein antibodi anti Ig-G. Antibodi yang dihasilkan akan mengikat kuman Streptococcus dan membentuk suatu kompleks imun yang memiliki kemampuan menyebar. Bila proses ini tidak dihalangi atau diobati, kompleks imun yang terbentuk akan memasuki darah dan menyebar ke seluruh tubuh, terutama ke jantung, sendi, dan susunan saraf. Pada jantung, kompleks imun ini akan menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi yang bermanifestasi sebagai peradangan otot jantung (myocarditis), lapisan jantung (pericarditis), dan katup-katup (valvulitis).
            Pada sendi, kompleks imun menimbulkan peradangan yang berpindah-pindah (polyarthritis migratory) dan menyebabkan kesulitan bergerak dan berjalan. Pada susunan saraf, kelainan ini menyebabkan gangguan pergerakan dan kepribadian yang psikologis berupa kepribadian yang agresif, depresi, dan obsessive-compulsive.

Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam rematik

Kriteria Mayor
Karditis
Poliartritis
Korea
Eritema  marginatum
Nodulus subkutan

Kriteria Minor
Klinik
Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya
Artralgia
Demam
Laboratorium
Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju endap darah
leukositosis)
Interval PR yang memanjang

Ditambah
Tanda-tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya:
kenaikan titer antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus
ainnya, biakan usapan tenggorokan yang positif untuk streptokokus grup
A atau baru menderita demam skarlatina

Kriteria Mayor
1) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik
            Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b)kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.
2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat.
            Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi
.
3) Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan
            Korea Syndenham
merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain
            Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul

4) Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal
            Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat
.
5) Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis

Kriteria Minor
1) Riwayar demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis
.
2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor

3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan
            Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan

5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik

Diagnosis kasus
         Dalam mendiagnosis kasus ini dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium dan beberapa pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
         Anamnesis yang dapat dilakukan yaitu autoanamnesis maupun aloanamnesis. Pasien dapat diberikan beberapa pertanyaan tentang keluhan-keluhan yang dirasakanya, apakah ada indikasi infeksi, sudah berapa lama gejala dan tanda, apakah ada riwayat pengobatan, sampai bagaimana pola hidup yang biasa dijalani pasien. Selain itu aloanamnesis juga dapat dilakukan, misalnya dengan orang-orang terdekat tentang riwayat penyakit pasien, kebiasaan dan semua faktor yang berhubungan dengan gejala dan tanda.
b. Pemeriksaan fisik
          Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan menghitung  BMI pasien, kamudian diteruskan dengan beberapa pemeriksaan lainnya misalnya mengukur tekanan darahnya, denyut jantung, jumlah pernafasan, dan suhu. Kemudian diteruskan dengan melakukan inspeksi yang lebih terfokus dengna  keluhan, palpasi,  perkusi, dan auskultasi. Pada pemeriksaan fisik ini biasanya didapat beberapa tanda –tanda yang dapat mendukung kejelasan penyakit dan proses mendiagnosis, misalnya, pada kasus ini pasien datang dengan keluhan bernafas pendek, dari keluhan ini dapat diperiksa apakah sudah mengganggu organ seperti paru-parunya ditandai dengan apakah ada suara paru yang berbeda, selain itu apakah ada pembesaran organ lainya dengan memeriksa batas-batas anatomy. Pemeriksaan ini juga dapat meramalkan sejauh mana penyakit telah memeberikan pengaruh penting pada tubuh. Misalnya, jika ada kardiomegali dan pada auskultasi ditemukan suara bising katup, maka dapat diramalkan bahwa pasien ini telah mengalami karditis disertai demam dan takhikardi yang berlanjut. Jika semua telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sementara yang nantinya akan dibuktikan melalui tes laboraturium maupun pemeriksaan penunjang lainnya.
c. Pemeriksaan Laboratorium
         Diagnosis demam rematik didasarkan pada maifestasi klinis, bukan hanya  
    pada simtomp, gejala, atau kelainan laboratorium patognomosis. Beberapa
    kriteria Jhones 1944 setelah direfisi olh AHA 1992 ialah sebagai berikut :

Gejala Mayor
Gejala Minor
Poliarthritis
Karditis
Korea
Nodul subkutaneus
Eritema marginatum
Klinis : suhu tinggi
Sakit sendi (atralgia)
Ada riwayat menderita DR/PJR

Lab : reaksi fase akut f

     Kriteria di atas harus ditambah dengan adanya bukti-bukti infeksi streptokokus yaitu adanya hapusan tenggorok yang positif atau adanya kenaikan titer test serologis ASTO dan anti DNA-se B. Kenaikan antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Selain itu pada fase kaut juga ditemukan leukositosis, laju endap darah yang meningkat, protein C-reaktive dan mukoprotein serum. Pada infeksi DR yang kronis dapat terjadi anemia ringan  yaitu anemia normositer normokrom. 
     Bila ada riwayat infeksi streptokokus sebelumnya maka diagnosis dapat didasarkan pada kriteria di atas dengan :
1. Dua gejala mayor, atau
2. Satu gejala mayor dengan dua gejala minor.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam rematik meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2) eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat antiradang. (4) pengobatan korea, (5) penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri. atau trombo-emboli, serta (6) pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
.
Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring se-
cara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu. yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat
            Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal
.
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti

Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at
            Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu
            Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar
15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam
            Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik
            Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya
Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai 3 bulan
            Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun

Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator
            Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya. Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah
iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia, di samping batas keamanannya yang sempit
Pencegahan Sekunder
            Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya. Oleh karena itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat penting
            Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara teratur pada penderita yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi
streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang demam rematik. Bagi mereka yang belum mengalami kelainan jantung, antibiotik harus diberikan selama 5 tahun secara terus-menerus atau hingga penderita berusia 21 tahun. Bagi mereka yang telah mengalami kelainan jantung, antibiotik harus diberikan selama 10 tahun atau hingga mereka berusia 40 tahun
.
PROGNOSIS
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun


INFEKSI ENDOCARDITIS
            Endokarditis Infektif adalah infeksi pada endokardium (selaput jantung) dan katup jantung. Dapat menyerang individu di segala usia. Frekuensi meningkat pada pasien di atas 60 tahun. Dan umumnya menyerang laki-laki dengan perbandingan 3 : 1.
            Endokarditis infektif dapat terjadi secara tiba-tiba dan dalam beberapa hari bisa berakibat fatal (endokarditis infektif akut); atau bisa terjadi secara bertahap dan tersamar dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (endokarditis infektif subakut).
Faktor resiko terjadinya endokarditis infektif:
  • Cedera pada kulit, lapisan mulut atau gusi (karena mengunyah atau menggosok gigi), yang memungkinkan masuknya sejumlah kecil bakteri ke dalam aliran darah. Gingivitis (infeksi dan peradangan pada gusi), infeksi kecil pada kulit dan infeksi pada bagian tubuh lainnya, bisa bertindak sebagai jalan masuk bakteri ke dalam aliran darah.
  • Pembedahan tertentu, prosedur gigi dan beberapa prosedur medik juga dapat mempermudah bakteri untuk masuk ke dalam aliran darah.
    Contohnya adalah penggunaan infus intravena untuk memasukkan cairan, makanan atau obat-obatan; sitoskopi (memasukkan selang untuk memeriksa kandung kemih) dan kolonoskopi (memasukkan selang untuk memeriksa usus besar).
  • Katup jantung yang telah mengalami kerusakan. Pada orang yang memiliki katup jantung normal, sel darah putih pada tubuh akan menghancurkan bakteri-bakteri ini. Tetapi katup jantung yang telah mengalami kerusakan bisa menyebabkan bakteri tersangkut dan berkembangbiak disana.
  • Katup jantung buatan. Pada katup jantung buatan, bakteri juga bisa masuk dan bakteri ini lebih kebal terhadap pemberian antibiotik.
  • Kelainan bawaan atau kelainan yang memungkinkan terjadinya kebocoran darah dari satu bagian jantung ke bagian jantung lainnya
  • Septikemia
    Bakteremia (adanya bakteri di dalam darah) yang sifatnya ringan mungkin tidak segera menimbulkan gejala, tetapi bakteremia bisa berkembang menjadi septikemia.
    Septikemia adalah infeksi berat pada darah, yang sering menyebabkan demam tinggi, menggigil, gemetar dan menurunnya tekanan darah.
  • Pemakai obat-obat suntik, karena mereka sering menggunakan jarum atau larutan yang kotor.
  • Pernah mengalami demam rematik atau RHD
  • Pasien hamil dan menderita diabetes

GEJALA
Endokarditis bakterialis akut biasanya dimulai secara tiba-tiba dengan demam tinggi (38,9-40,9? Celsius), denyut jantung yang cepat, kelelahan dan kerusakan katup jantung yang cepat dan luas. Vegetasi endokardial (emboli) yang terlepas bisa berpindah dan menyebabkan infeksi tambahan di tempat lain
            Penimbunan nanah (abses) dapat terjadi di dasar katup jantung yang terinfeksi atau di tempat tersangkutnya emboli yang terinfeksi. Katup jantung bisa mengalami perforasi (perlubangan) dan dalam waktu beberapa hari bisa terjadi kebocoran besar.
            Beberapa penderita mengalami syok; ginjal dan organ lainnya berhenti berfungsi (sindroma sepsis). Infeksi arteri dapat memperlemah dinding pembuluh darah dan meyebabkan robeknya pembuluh darah. Robekan ini dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi di otak atau dekat dengan jantung.

Endokarditis bakterialis subakut bisa menimbulkan gejala beberapa bulan sebelum katup jantung rusak atau sebelum terbentuknya emboli. Gejalanya berupa kelelahan, demam ringan (37,2-39,2? Celsius), penurunan berat badan, berkeringat dan anemia.
            Diduga suatu endokarditis jika seseorang mengalami demam tanpa sumber infeksi yang jelas, jika ditemukan murmur jantung yang baru atau jika murmur yang lama telah mengalami perubahan.
            Pada kulit timbul binti-bintik yang sangat kecil, juga di bagian putih mata atau dibawah kuku jari tangan. Bintik-bintik ini merupakan perdarahan yang sangat kecil yang disebabkan oleh emboli kecil yang lepas dari katup jantung. Emboli yang lebih besar dapat menyebabkan nyeri perut, penyumbatan mendadak pada arteri lengan atau tungkai, serangan jantung atau stroke.
Gejala lainnya dari endokarditis bakterialis akut dan subakut adalah:
            - menggigil
            - nyeri sendi
            - kulit pucat
            - denyut jantung yang cepat
            - kebingungan
            - adanya darah dalam air kemih.

Organisme yang menyebabkan endocarditis adalah :
  • S. aureus
  • Streptococcus viridans
  • Streptococcus intermedius group
  • Nutritionally variant streptococci
  • Group D streptococci
  • Nonenterococcal group D organisms
  • Group B streptococci
  • Group A, C, and G streptococci
  • Coagulase-negative S aureus
  • Pseudomonas aeruginosa
  • HACEK organisms (ie, Haemophilus aphrophilus, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Cardiobacterium hominis, Eikenella corrodens, Kingella kingae)
  • Fungi
    • The most common organism of both fungal NVE and fungal PVE is Candida albicans.
    • Fungal IVDA IE is usually caused by Candida parapsilosis or Candida tropicalis.
    • Aspergillus species are observed in fungal PVE and NIE.
  • Bartonella species
    • The most commonly involved species is Bartonella quintana.
  • Polymicrobial infective endocarditis
    • Pseudomonas and enterococci are the most common combination of organisms.
Diagnosa
·         Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya, terutama pada orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk menderita penyakit ini.
·         Pada ekokardiografi (penggambaran jantung menggunakan gelombang suara) bisa ditemukan adanya vegetasi dan kerusakan katup jantung.
·         Pembiakan darah dilakukan untuk menentukan bakteri penyebabnya.
·         Pemeriksaan darah dilakukan 3-4 kali pada waktu yang berbeda, karena bakteri hanya terdapat di dalam darah pada waktu-waktu tertentu.
Penatalaksanaan
            Penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotik intravena dosis tinggi selama minimal 2 minggu. Pemberian antibiotik saja tidak cukup pada infeksi katup buatan. Mungkin perlu dilakukan pembedahan jantung untuk memperbaiki atau mengganti katup yang rusak dan membuang vegetasi. Sebagai tindakan pencegahan, kepada penderita kelainan katup jantung, setiap akan menjalani tindakan gigi maupun pembedahan sebaiknya diberikan antibiotik


GAGAL JANTUNG KONGESTIF

            Adalah gangguan multisistem yang terjadi apabila jantung tidak lagi mampu menyemprotkan darah yang mengalir ke dalamnya mealui sistem vena.
            CHF mungkin mengenai sisi kiri atau kanan jantung atau seluruh rongga jantung. Penyebab tersering gagal jantung sisi kiri adalah hipertensi sistemik, penyekit katup mitral atau aorta, penyekit jantung iskemik, dn penyakit miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung sisi kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru, dan peningkatan ateria pulonalis.
            Saat jantung mulai melemah, sejumlah respon adaptif mulai terpacu untuk mempertahankan curah jantung. Respon tersebut adalah :
a.       Reaksi neurohormonal
·         Paling dini, peningkatan aktivasi sistem simpatis. Katekolamin menyebabkan kontraksi lebih kuat dan peningkatan kecepatan jantung.
·         Pengaktifan sistem RAA, akibat turunnya perfusi ginjal.
b.      Perubahan molekular dan morfologi di dalam jantung
  • Merupakan kompensasi lanjutan dari reaksi neurohormonal
  • Akibat peningkatan beban kerja dari otot jantung (akibat reaksi neurohormonal), jantung mengalami hipertrofi dan dilatasi.
  • Ada dua tipe dari hipertrofi :
-   Hipertrofi konsentrik
Apabila jantung mendapat beban volume abnormal, bukan beban tekanan (misal, regurgitasi katup atau pirau abnormal), otot jantung akan menebal dinding ventrikelnya tanpa peningkatan ukuran rongga jantung.
-   Hipertrofi eksentrik
Terjadi penigkatan ukuran jantung serta peningkatan ketebalan dinding.
            Hipertrofi ini harus dibayar mahal dengan kebutuhan oksigen yang juga ikut meningkat. Namun, karena jaringan kapiler miokardium tidak selalu meningkat secara memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen tersebut, maka miokardium rentan terhadap cedera iskemik.
            Peningkatan segala tipe beban jantung memudahkan terjadinya dilatasi jantung, atau pembesaran rongga. Bila ventrikel yang mengalami dilatasi tersebut mampu mempertahankan curah jantung pada tingkatan yang memenuhi kebutuhan tubuh, pasien dikatakan mengalami gagal jantung terkompensasi. Namun, dilatasi jantung, seperti hipertrofi, menimbulkan efek merugikan bagi jantung. Peningkatan derajat dilatasi akan meningkatkan tegangan pada dinding rongga yang bersangkutan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium yang sudah melemah. Seiring dengan waktu, miokardium tidak mampu lagi memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Pada tahap ini pasien mengalami gagal jantung dekompensata.

Gambaran Klinis
  • Dispnea, akibat edema dan kongesti paru oleh peningkatan aktivitas resptor regang otonom di dalam paru. Dispnea waktu melakukan aktivitas fisik disebut dispnea d’effort. Atau saat pasien berbaring, yang disebut ortopnea, karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma terangkat.
  • Pada gagal jantung kiri, mengakibatkan edema paru, kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardi, bunyi jantung ketiga (S3), dan ronki halus di basal paru, regurgitasi mitral, dan fibrillasi atrium.
  • Pada gagal jantung kanan, menyebabkan bendungan vena sistemik (distensi vena leher, pebesaran hati, embolus paru) dan edema jaringan lunak (efusi pleura, efusi perikardium, asites).


    

Referensi

·         Sutedjo,AY.2006.Mengenal penyakit melalui pemeriksaan lab.Amara books:Yogyakarta.
  • Dorland, W.A. Newman, Kamus Kedokteran Dorland, 2002 ; alih bahasa, Huriawati Hartanto, dkk. ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, dkk. – Ed. 29 – Jakarta : EGC
  • Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
  • Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
  • Katzung, Bertram G, Farmakologi dasar dan klinik, 1997 ; alih bahasa, Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI ; editor, H. Azwar Agus, -- Ed. 6 – Jakarta : EGC
  • Price, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson.2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC
  • Rilantono, Lili Ismudiati, dkk.1998. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI
  • Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
·         Kuliah laboratorium jantung.
·         Dasar-dasar EKG John R. Hampton
  • Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997