Asro Medika

Selasa, 24 April 2012

BLEFARITIS



1.             PENDAHULUAN
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.

2.             PATOFISIOLOGI
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.

3.             ANATOMI
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untukmelindungi bola mata terhapat trauma, trauma sinar dan pengeringan mata. Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
·      Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus.
·      Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial. M. Levator palpebra berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
·      Di dalam kelopak terdapak tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
·      Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosa berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.


4.             ETIOLOGI
Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu :
1.        Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan seborrheik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2.        Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik).

4.1         Blefaritis Anterior
Blefaritis anterior merupakan radang bilateral kronik yang umum di tepi palpebra. Ada dua jenis utamanya: stafilokokok dan seborreik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis (stafilokok koagulase-negatif). Blefaritis seborreik (non-ulseratif) umumnya berkaitan dengan keberadaan Pytirosporum ovale meskipun organisme ini belum terbukti menjadi penyebabnya. Seringkali kledua jenis blefaritis timbul scara bersamaan (infeksi campur). Seborrea kulit kepala, alis, dan telinga sering menyertai blefaritis seborreik.
Gejala utamanya adalah iritasi, rasa terbakar, dan gatal pada tepi palpebra. Mata yang terkena “bertepi merah”. Banyak sisik atau “granulasi” terlihat menggantung di bulu mata palpebra superior maupun inferior. Pada tipe stafilokok, sisinya kering, palpebra merah, terdapat ulkus-ulkus kecil di tepi palpebra, dan bulu mata cenderung rontok. Pada tipe seborreik, sisik berminyak, tidak terjadi ulserasi, dan tepian palpebra tidak begitu merah. Pada tipe campuran yang lebih umum, kedua sisik ada, tepian palpebra merah dan mungkin berulkus. S. Aureus dan P. Ovale mungkin muncul bersamaan atau sendiri-sendiri pada pulasan materi kerokan dari tepi palpebra.


Blefaritis Stafilokok dapat disertai komplikasi hordeolum, kalazion, keratitis epitelsepertiga bawah kornea, dan infiltrat kornea marginal. Kedua bentuk blefaritis anterior merupakan predisposisi terjadinya konjungtivitis berulang.
Kulit kepala, alis mata, dan tepi palpebra harus selalu dibersihkan, terutama pada blefaritis tipe seborreik, dengan memakai sabun dan shampo. Sisik-sisik harus dibersihkan dari tepi palpebra dengan kain basah dan shampo setiap hari.
Blefaritis stafilokok diobati dengan antibiotik antistafilokok atau pemberian salep mata sulfonamide dengan aplikator kapas sekali sehari pada tepian palpebra.
Tipe seborreik dan stafilokok umumnya bercampur dan menjadi kronik selang beberapa bulan atau tahun jika tidak diobati dengan memadai; konjungtivitis atau keratitis stafilokok penyerta umumnya cepat teratasi setelah pengobatan antistafilokok lokal.

4.2         Blefaritis Posterior
Blefaritis posterior adalah peradangan palpebra akibat disfungsi kelenjar meibom. Seperti blefaritis anterior, kelainan ini terjadi secara kronik dan bilateral. Blefaritis anterior dan posterior dapat timbul secara bersamaan. Dermatitis seborreik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi atau infeksi strain stafilokok dalam jumlah memadai sering disertai dengan penyakit kelenjar meibom dan dapat menjadi salah satu penyebab gangguan fungsi kelenjar meibom. Lipase bakteri dapat menimulkan peradangan pada kelenjar meibom dan konjungtiva serta menyebabkan terganggunya film air mata.

Blefaritis posterior bermanifestasi dalam bermacam gejala yang mengenai palpebra, air mata, konjungtiva, dan kornea. Perubahan pada kelenjar meibom mencakup peradangan muara meibom (meibominanitis), sumbatan muara kelenjar oleh sekret yang kental, pelebaran kelenjar meibom dalam kelenjar tarsus, dan keluarnya sekret kuning kental seperti keju bila kelenjar itu dipencet. Dapat juga timbul hordeolum dan kalazion. Tepi palpebra tampak hiperemis dan telangiektasia. Palpebra juga membulat dan menggulung ke dalam sebagai akibat parut pada konjungtiva tarsal; membentuk hubungan yang abnormal antara film airmata prakornea dan muara-muara kelenjar meibom. Air mata mungkin berbusa atau sangat berlemak. Hipersensitivitas terhadap stafilokok mungkin menyebabkan keratitis epitelial. Kornea juga bisa membentuk vaskularisasi perifer dan menjadi tipis, terutama di bagian inferior, terkadang dengan infiltrat marginal yang jelas. Perubahan-perubahan makroskopik pada blefaritis posterior identik dengan kelainan-kelainan mata yag ditemukan pada acne rosacea.
Terapi blefaritis posterior tergantung pada perubahan-perubahan di konjungtiva dan kornea terkait. Peradangan yang jelas pada struktur-struktur ini mengharuskan pengobatan aktif, termasuk terapi antibiotiksistemik dosis rendah jangka panjang, biasanya doxycycline (100 mg dua kali sehari) atau erythromycin (250 mg tiga kali sehari), tetapi juga berpedoman pada hasil biakan bakteri dari tepi palpebra dan steroid topikal dengan antibiotik atau substitusi air mata umumnya tidak perlu dan dapat berakibat bertambah rusaknnya film air mata atau reaksi toksik terhadap bahan pengawetnya.
Pengeluaran isi kelenjar meibom secara periodik bisa membantu, khususnya pada pasien dengan penyakit ringan yang tidak memerlukan terapi antibiotik oral atau steroid topikal jangka panjang. Hordeolum dan kalazion yang dapat menjadi komplikasi hendaknya diterapi dengan baik.

NEUROPATI OPTIK



Neuropati optik merupakan gangguan fungsional atau perubahan patologis pada nervus optikus, kadang terbatas hanya pada lesi non-inflamatorik, berlawanan dengan neuritis. Klasifikasi neuropati optic berdasarkan manifestasi klinik terdiri atas pola lapangan pandang, neuropati optic anterior, Neuropati optic posterior, dan Atropi optic.

1.     Pola Lapangan Pandang
Serabut saraf retina yang menuju nervus optikus dibagi atas 3 kelompok besar à lesi pada 3 kelompok besar tersebut:
a.       papillomacular fibers: cecocentral scotoma, paracentral scotoma, dan central scotoma.
b.       arcuate fibers: arcuate scotoma (defek nerve fiber bundle), broad (altitudinal) defect (broader region of arcuate fibers)
c.       nasal radiating fibers:defek pada temporal.

2.     Neuropati optic anterior
Neuropati optic iskemik anterior (NOIA) merupakan peyakit yang berupa infark pada diskus optikus dan tidak berhubungan dengan inflamasi, demielinasi, infiltrasi neural, ataupun metastasis. NOIA sering dijumpai dan menyebabkan hilangnya visus mendadak, dan sering terjadi pada usia lanjut. NOIA dapat dibagi menjadi 2 yaitu arteritik (lebih jarag, 5-10% kasus NOIA) dan nonarteritik, yang dibedakan dalam tabel berikut.

v  Patofisiologi
NOIA merupakan proses iskemik pada serabut saraf optic. Pembuluh darah utama yang menyuplai papil optic berasal dari arteri siliaris posterior, sehingga NOIA merupakan manifestasi dari kelainan iskemik dari sirkulasi arteri siliaris posterior pada optic nerve head. Pola aliran dan suplai darah pada optic nerve head bervariasi tiap individu sehingga berpengaruh pada anifestasi klinik.
a.       Trombosis (lebih sering) dan emboli (jarang) a. siliaris posterior
b.      Sirkulasi buruk atau tidak ada pada optic nerve head. Faktor risiko dibagi menjadi 3 kategori mayor penyakit menurut Ichemic Optic Neuropathy Decompresion Trial (IONDT), yaitu : (1) Penyakit sistemik: Hipertensi, DM; (2) Penyakit yang berhubungan tetapi tidak langsung sebagai penyebab:  oklusi pembuluh darah kecil cerebrovaskular; (3) Kelainan yang tidak mempunyai hubungan patogenik pada sebagian kecil pasien.
v  Penatalaksanaan
a.       NOIA Arteritik: steroid sistemik prednisone 40-60 mg/hari. Bila dimulai dengan dosis 60 mg/hari selama 2-4 minggu, tapering 10 mg tiap 2 minggu sampai 40 mg, kemudian dikurangi 5 mg tiap 1-2 minggu. Jika sudah 10 mg/hari dikurangi 1 mg tiap bulan.
b.      NOIA Nonarteritik: tidak terbukti steroid sistemik. Hiperbarik oksigen pada 2 atm 2x1 hari selama 10 hari. Pemberian steroid sistemik masih dianjurkan, metilprednisolon 1g/hari IV, tapering lambat. Setelah 1 bulan pasien mengalami perbaikan visus 6/9.


3.     Neuropati optic iskemik posterior
Merupakan kerusakan iskemia akut pada nervus optikus retrobulbar, RAPD (relative afferent puilaary defect), diskus optikus normal. NOIP jarang dan didiagnosis eksklusi (sebaiknya tidak diajukan sebelum penyebab-penyebab lain, terutama lesi komprehensif telah dieksklusi).
v  Patofisiologi
NOIP terjadi pada 3 kejadian berbeda, yaitu: (1) perioperatif (kepala, spine, leher), (2) arteritik/vaskulitis, (3) Nonarteritik (klinik yang mirip pada NOIA Nonarteritik). Pada perioperatif kehilangan visus lebih sering bilateral daripada unilateral.
v  Penatalaksanaan
Kortikosteroid.
v  Prognosis: Buruk

4.     Atropi optic
Kombinasi dari hilangnya visus, RAPD, dan atrofi optic adalah nonspesifik dan dapat ditemukan pada fase kronik dari tiap neuropati optic yang diientifikasi aawal. Tingkatan fungsi nervus optikus adaah berdasarkan visual acuity, color vision testing, dan quantitative perimetry. Derajat dan pola atropi dapat dilihat melalui foto fundus. 

DISTROFI KORNEA



Distrofi kornea adalah suatu kondisi bilateral simetrik dan diturunkan, yang sedikit berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau faktor sistemik. Distrofi dimulai pada awal kehidupan tetapi bisa tidak menimbulkan gejala klinis dikemudian hari. Berkembang secara progresif lambat. Distrofi kornea dapat diklasifikasikan menurut genetik, keparahan, gambaran karakteristik biokemis atau lokasi anatomis. Skema anatomik yang mengklasifikasikan distrofi tergantung pada level kornea yang terkena yaitu anterior distrofi, stromal distrofi, posterior distrofi, dan ektatik distrofi.
Banyak manisfestasi kornea dari penyakit sistemik mempengaruhi kejernihan kornea diakibatkan oleh penumpukan abnormal substansi metabolik di epitel, stroma atau endotel. Substansi abnormal secara tipikal menumpuk pada lisosom atau struktur intrasitoplasmik seperti lisosom sebagai penyebab defek enzim tunggal. Kebanyakan kelainan ini adalah autosomal resesif. Yang termasuk kelainan metabolik ini adalah kelainan metabolism karbohidrat, lemak, asam amino, protein, sintesa imunoglobulin, metabolisme nukleotida dan mineral.
Stroma Kornea Dystrophies
Kelompok ini mencakup macular corneal dystrophy (MCD), granular corneal
dystrophy (GCD) type I, the lattice corneal dystrophies (LCD), Schnyder corneal dystrophy
(SCD), fleck corneal dystrophy (FCD), congenital stromal corneal dystrophy (CSCD) and
posterior amorphous corneal dystrophy (PACD)
Deskripsi temuan klinis, histopatologi, etiologi, manajemen
1.       Macular distrofi kornea (MCD, distrofi kornea Groenouw tipe II, Fehr distrofi
kornea)
Gambaran samar berbentuk kabut biasanya muncul pertama kali dalam stroma kedua kornea selama masa remaja, tetapi kekeruhan dapat menjadi jelas pada masa pertumbuhan atau bahkan dalam dekade keenam.

Kekeruhan kornea bilateral secara bertahap meluas ke seluruh stroma kornea sentral
dan perifer. Stroma kornea lebih tipis dari normal. Kebanyakan pasien dengan MCD tidak memiliki keratan sulfat dalam serum (MCD tipe I dan IA), tetapi beberapa tingkat keratin sulfat antigen dalam serum normal (tipe II MCD). Immunophenotypes ini tidak dapat dibedakan satu sama lain secara klinis dan tidak memiliki signifikansi klinis.
MCD telah diidentifikasi terjadi di seluruh dunia, tetapi jarang di sebagian besar populasi. Hal ini paling umum di India, Arab Saudi, Islandia dan bagian Amerika Serikat. Adanya mutasi gen CHST6 bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus MCD.
Pada kelainan ini, penglihatan dapat dikembalikan dengan transplantasi kornea, tapi
penyakit ini dapat kambuh setelah bertahun-tahun walaupun sudah di transplantasi. Karena kondisi ini mempengaruhi stroma kornea secara keseluruhan, membran Descemet dan endotel kornea maka tindakan keratoplasti tidak mencakup semua jaringan patologis .
2.      .Granular corneal dystrophy (GCD) type I (classic GCD, corneal dystrophy
Groenouw type I)
Berbentuk bintik-bintik kecil putih multipel yang tidak beraturan yang menyerupai
serpihan roti atau salju. Gambaran tersebut terlihat jelas di daerah membran Bowman dalam
stroma kornea sentral superfisial.

Muncul pada dekade pertama kehidupan dan terlihat jelas pada umur 3 tahun. Awalnya terlihat seperti titik kekurahan dan dengan seiring waktu mereka secara bertahap membesar dan menjadi lebih banyak. Pada anak-anak terlihat permukaan kornea halus, namun pada orang dewasa sering tidak merata. Ketajaman penglihatan kurang lebih normal. Pada akhir dekade kedua, banyak kekeruhan terdapat di kornea sentral dan superfisial, namun jarang di stroma bagian dalam. Terdapat perbedaan klinis yang terlihat pada kekeruhan kornea antara 2 tipe GCD yaitu GCD tipe 1 dan GCD tipe 2.
GCD telah dipelajari secara ekstensif di Denmark oleh Moller. GCD1 paling umum di
Eropa, tetapi GCD2 lebih umum di Jepang, Korea dan Amerika Serikat. Kekeruhan kornea pada GCD mudah dilihat setelah kornea dipotong .
Sebuah studi menunjukkan bahwa individu keluarga heterozigot dan homozigot untuk
gen TGFBI fenotip identik, tetapi mutasi genetik telah dilakukan dalam kasus ini. Banyak mutasi TGFB1 ditemukan di fenotipe histopatologi dan klinis yang berbeda tetapi GCD² hasil mutasi Arg555Trp, sementara GCD2 adalah efek dari mutasi Arg124His pada gen TGFBI [6].Dalam kebanyakan kasus GCD, ketajaman visual tetap baik sampai akhir dalam perjalanan penyakit. Setelah keratoplasti, biasanya tidak terjadi kekambuhan selama kurang
lebih 30 bulan, tetapi kekeruhan dapat kambuh dalam setahun

3.      Lattice corneal dystrophies (LCD) type I (Biber-Haab-Dimmer dystrophy)
Sebuah jaringan filamen bercabang kekeruhan kornea interdigitating halus dalam
bentuk kelainan bawaan pada dua genetika yang berbeda.


Satu tanpa manifestasi sistemik yang disebabkan oleh mutasi spesifik dalam gen TGFBI (LCD tipe I dan variannya) (LCD1), yang lain dihasilkan dari mutasi pada gen GSN (LCD tipe II) (LCD2) dan memiliki manifestasi sistemik. LCD1 biasanya menjadi jelas pada kedua mata pada akhir dekade pertama kehidupan, tapi kadang-kadang dimulai pada usia pertengahan dan jarang pada masa bayi. Berbentuk garis buram dan lainnya menumpuk terutama dalam stroma kornea sentral, sedangkan kornea perifer relatif transparan.
Kelainan kornea disertai dengan neuropati perifer dan kranial yang progresif, dysarthria, kulit kering dan gatalpada kulit. Karakteristik ekspresi wajah "seperti topeng", bibir menonjol dengan gerakan terganggu dan blepharochalasis juga terlihat.
Transplantasi kornea mungkin diperlukan dalam LCD 1 pada usia 20 tahun, tetapi biasanya tidak diindikasikan sampai setelah dekade keempat. Hasil dari PK adalah sangat baik, tetapi deposit amiloid dapat terjadi pada 2-14 tahun kemudian. Lesi kornea pada LCD2 jarang surat perintah keratoplasty menembus, tetapi ketika melakukan cacat epitel neurotropik persisten dapat berkembang.

4.      Schnyder corneal dystrophy (SCD, Schnyder crystalline corneal dystrophy,
crystalline stromal dystrophy, Schnyder crystalline dystrophy sine crystals, hereditary
crystalline stromal dystrophy of Schnyder)
SCD biasanya menjadi jelas pada awal kehidupan dengan adanya kabut kristal di kornea atau stroma kornea. Seiring waktu, sebuah stroma kornea awal biasa-biasa saja memperoleh kekeruhan putih kecil dan menyebar kabut. SCD disebabkan oleh salah satu mutasi gen UBIAD1.


Ketajaman penglihatan umumnya baik dalam SCD dan secara umum setelah masa kanak-kanak. Tetapi kekeruhan kornea dapat berubah dari waktu ke waktu dan membentuk kekeruhan kornea sentral berbentuk cakram padat. Penglihatan scotopic sangat baik dan berlanjut sampai usia pertengahan, namun mereka yang terkena dampak perlu keratoplasty penetrating sebelum dekade ketujuh.

5.      Fleck corneal dystrophy (FCD, Francois-Neetens speckled corneal dystrophy)
Karakteristik FCD adalah asimtomatis, kekeruhan simetris yang non progresif di
seluruh stroma kornea. Salah satu jenis kekeruhannya berbentuk oval banyak dan kecil, bulat,
seperti lingkaran atau setengah lingkaran dengan batas yang berbeda ("spot") di kornea pusat
dan perifer.






Kekeruhan lain menyerupai salju atau awan dan terdiri dari warna abu-abu kecil tanpa
batas yang jelas dan terjadi terutama di tiga kornea sentral. Mereka berada di anterior dan perifer stroma, terkadang lebih padat terdapat di stroma bagian dalam dekat dengan membran
Descement. FCD mempengaruhi pria dan wanita adalah sama dan telah diamati sepanjang hidup dan bahkan pada anak-anak usia 2 tahun. Epitel kornea, lapisan Bowman, dan membran Descemet normal. Sensasi kornea biasanya normal. FCD disebabkan oleh mutasi
dari gen PIP5K3.
FCD adalah non-progresif, tidak mempengaruhi penglihatan dan biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan pengobatan, tetapi fotofobia ringan telah dilaporkan. Pada satu
pasien yang menjalani keratoplas penetrating, tidak ada bukti klinis rekurensi FCD pada jaringan transplantasi setelah 10 tahun follow up.

6.      Congenital stromal corneal dystrophy (CSCD, congenital hereditary stromal
dystrophy, Witschel dystrophy
CSCD adalah gangguan non-progresif yang ditandai dengan mengaburkan stabil atau
berbulu banyak stroma kornea buram. Serpih dan tempat menjadi lebih banyak dengan usia
dan akhirnya mencegah evaluasi klinis endothelium kornea.

Erosi kornea, vaskularisasi kornea dan fotofobia tidak hadir. Beberapa individu yang
terkena strabismus atau primer sudut terbuka glaukoma. CSCD sangat jarang, hanya empat keluarga telah dilaporkan. CSCD satu keluarga besar dikenal memiliki keturunan di Jerman
dan Perancis. Individu dipengaruhi oleh CSCD telah dipelajari secara ekstensif dalam keluarga besar Perancis dan Norwegia.

7.      Posterior amorphous corneal dystrophy (PACD, posterior amorphous stromal
dystrophy)
PACD adalah gangguan kornea tidak teratur ditandai secara klinis oleh lembar-seperti "amorf" kekeruhan di dalam stroma kornea, terutama posterior, dan membran Descemet. Sesuai dengan gagasan ini bahwa ini adalah gangguan perkembangan, kelainan telah diamati
pada masa bayi dan masa kanak-kanak, dan kontras dengan dystrophies kornea tradisional, non-kornea manifestasi telah dilaporkan, termasuk kelainan dari adhesi iris (iridocorneal,
corectopia, dan pseudopolycoria ).
Stroma kornea transparan mungkin ikut campur antara kekeruhan, yang kadangkadang indent membran Descemet dan endotelium kornea, yang mungkin memiliki kelainan fokal. Bentuk PACD Centroperipheral dan perangkat diakui. Jenis centroperipheral meluas ke limbus corneoscleral dan disertai dengan penipisan kornea dan kelengkungan kornea adalah datar. Ketajaman visual Gangguan biasanya minimal.
PACD cenderung lambat progresif atau nonprogressive. Ketajaman visual biasanya
minimal terganggu, tetapi dapat cukup parah untuk menjamin keratoplasty menembus.

Diagnosis Banding
Anggota keluarga yang terkena dengan LCD1 dapat mengembangkan fenotipe klinis menyerupai RBCDS. Fitur klinis Kementerian telah dilaporkan dalam keluarga dengan LCD1, tapi studi ini tidak menganalisis gen KRT3 dan KRT12. MCD harus dibedakan pada mucopolysaccharidoses sistemik (MASC) (seperti IH jenis mucopolysaccharidosis dan IS) dan mucolipidosis. Berbeda dengan deposito sistemik materi MASC abnormal antara serat-serat kolagen dalam stroma kornea di MCD. GCD harus dibedakan dari gammopathy monoklonal karena lesi histopatologi bisa sangat mirip. SCD harus dibedakan dari lemak lain dan keratopathy lethithin khusus: penyakit kolesterol acyltransferase (penyakit LCAT, penyakit Norum) dan penyakit ikan mata disebabkan oleh mutasi yang berbeda pada gen LCAT.
Manajemen Pengobatan
Karena stroma kornea dystrophies ekstensif atau sepenuhnya memperpanjang melalui stroma kornea seluruh, sebuah keratoplasty menembus atau keratoplasty lamelar mungkin pada akhirnya diperlukan bila visi menjadi gangguan signifikan. Sebagai tindakan sementara ablasi kornea dangkal dapat praktis, terutama jika jaringan donor tidak tersedia
Kompetensi Dokter Umum



Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki
Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya).. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus  stroma kornea distrofi  antara lain :
·       Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi subjektif.


RABUN SENJA



Definisi
            Rabun senja (xerophthalmia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam.
           

Etiologi
o   Defisiensi (kekurangan) vitamin A --> Tersering       
o   Rabun dekat (hipermetropia) yang tidak dikoreksi
o   Penyakit mata (retinitis pigmentosa, glaukoma, katarak)
o   Kongenital (bawaan)


Faktor resiko
o   Bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif / tidak mendapatkan pengganti ASI yang baik
o   Anak-anak yang menderita infeksi (TBC, campak, diare, pneumonia),
o   Anak-anak yang kurang / jarang makan makanan yang mengandung vitamin A.


Tanda dan Gejala
o   Daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan,
o   Terjadi kekeringan mata
o   Bagian putih menjadi suram
o   Sering pusing.


Patofisiologi
            Vitamin A atau retinol adalah senyawa yang larut lemak yang ditemukan di dalam hati. Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Vitamin A terdiri dari kelompok retinoids & karotenoids. Sekitar 50-90% retinol diabsorbsi di usus halus dan ditransport lalu bergabung dengan kilomikron menuju hati lalu disimpan sebagai retinol palmitat. Ketika dibutuhkan, retinol akan dilepaskan ke pembuluh darah dan berkombinasi dengan retinol binding protein (RBP).
            Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat.









Pengobatan

Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya.
o   Jika karena katarak ---> maka katarak sebaiknya dioperasi.
o   Jika karena kekurangan vitamin A ---> maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari.

Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU).
Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut.
Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun.
Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan.


Anjuran Gizi
            Tujuan pada diet untuk penderita rabun senja adalah memberikan makanan yang cukup sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal dan memberikan makanan sumber vitamin A untuk mengoreksi kurang vitamin A.
            Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan pertemuan-pertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A Consultative Group), anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :
1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU.
2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru).
3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah)
4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang berbeda).
5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah sebesar 10.000 IU/ hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009). 


Kompetensi Dokter Umum

Tingkat Kemampuan 3


3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).


PAPILEDEMA



Adalah kongesti diskus optikus akibat peningkatan tekanan intracranial yang paling sering disebabkan oleh tumor serebrum, abses, hematom subdural, malformasi arteriovenosa, perdarahan subaraknoid, hidrosefalus, meningitis dan ensefalitis.
Klasifikasi
1.      Papil edema akut
Pada papil edema akut, fungsi nervus optikus sering kali normal. Ketajaman penglihatan biasanya normal, seperti penglihatan warna ( kecuali jika pada macula terdapat eksudat, edema atau perdarahan ). Respon pupil juga biasanya normal. Pada papiledema akut kemungkinan terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial yang cepat atau bermakna, terdapat perdrahan dan bercak cotton wool  didiskus opticus dan sekitarnya yang menandai suatu dekompesasi vascular dan aksonal disertai risiko kerusakan nervus opticus dan defek lapangan pandang , edema peripapillar, eksudat retina, lipatan-lipatan koroid.


2.       Papil edema kronis
Pada pasien peningkatan TIK kronik dan papil edema lama (  tumor yang tidak terdeteksi atau dengan pengobatan yang tidak adekuat, pseudotumor serebri, infeksi SSP), fungsi nervus optikus dapat memburuk. Dengan menetapnya peningkatan tekanan intracranial secara perlahan-lahan, diskus yang meninggi dan hiperemis menjadi putih kelabu sebagai akibat gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan konstriksi sekunder dengan pembuluh-pembuluh darah retina dan masuk pada stadium papiledema atrofik. Mungkin juga terdapat kolatera-kolateral retinokoroidal yang menghubungkan vena centralis retinae dan vena-vena choroid peripapilar, kolateral-kolateral ini timbul bila sirkulasi retina terhambat di daerah pralaminar nervus opticus.

Etiologi
·         Setiap tumor atau space-occupying lesions (SOL) pada SSP
·         Hipertensi intrakranial idiopatik
·         Penurunan resorbsi LCS (cth, thrombosis sinus venosus, proses peradangan, meningitis, perdarahan subarachnoid)
·          Peningkatan produksi LCS (tumor)
·         Obstruksi pada sistem ventrikular
·         Edema serebri/encephalitis
·         Craniosynostosis
Patofisologi
Arteri retina sentral memasuki mata bersama-sama dengan nervus optikus dan diiringi vena retina sentralis. Pintu masuk dan keluar arteri dan vena retina sentralis melalui jaringan sclera yang kuat pada nervus optikus dapat terganggu pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

Pembengkakan diskus optikus disebabkan tertahannya aliran aksoplasmik dengan edema intraaksonal pada daerah diskus saraf optikus. Ruang subarachnoid  dilanjukan langsung dengan pembungkus saraf optic. Oleh karena itu jika tekanan LCS meningkat maka tekanan diteruskan ke saraf optik dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai tourniquet yang menghambat transport aksoplasmik. Ini menyebabkan penumpukan material di lamina cribrosa sehingga menyebabkan pembengkakan khas pada saraf cranial.

Agar papiledema dapat terjadi, ruang subarahknoid disekitar saraf optic harus paten dan berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui kanalis optikus ke ruang subarachnoid intrakranium sehingga peningkatan tekanan intrakranium disalurkan ke saraf optikusretrolaminar. Disana transpor aksonal yang lambat dan cepat terhambat dan terjadi distensiakson yang jelas pada superior dan inferior dari diskus optikus sebagai tanda awal dari papiledema. Hiperemia diskus, dilatasi telangiektasi kapiler permukaan, pengaburan batas diskus peripapiler dan hilangnya denyut vena spontan terjadi pada papiledema yang ringan. Edema disekitar diskus dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil pada pemeriksaan lapangan pandang, tetapi akhirnya akan jelas lipatan-lipatan retinasirkumferensial disertai perubahan pada refleks membran pembatas internal (garis Paton)sewaktu retina terdorong menjauhi diskus yang terjepit. Sewaktu retina terdorong bintk buta juga akan meluas terhadap isopter besar pada pemeriksaan lapangan pandang.

Pada papil edema akut akibat peninggian tekanan intrakranial yang terus-menerus,ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool yang menandai terjadinya dekompensasivaskular dan aksonal yang menjadi resiko terjadinya kerusakan akut saraf optik dan defek lapangan pandang. Juga ditemukan edema peripapiler (yang dapat meluas ke makula) danlipatan koroid.

Pada papil edema kronik, sebagai konsekuensi dari peninggian tekanan intrakranialyang sedang ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool. Pada peningkatan intrakranialyang persisten diskus hiperemis dan berangsur-angsur menjadi putih keabu-abuan akibatgliosis astrositik dan atrofi saraf disertai kontriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah retina.Mungkin juga terjadi pembuluh darah kolateral retinokoroidal yang disebut denganoptikosilisaris yang menghubungkan vena retina sentralis dan vena koroid peripapiler apabilasirkulasi vena retina terhambat di daerah prelaminar saraf optikus.

Diperlukan waktu 24 hingga 48 jam untuk pembentukan papil edema dini (early) dan 1minggu untuk pembentukan sempurna (established). Diperlukan 6-8 minggu untuk papiledema yang terbentuk sempurna mereda dengan pengobatan

Penurunan TIK dan perfusi sistolik yang tiba-tiba dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang berat pada semua tingkat papil edema.

Diagnosis
1.      Anamnesis
Gejala yang timbul akibat sekunder dari peningkatan intracranial
a.       Sakit kepala
b.      Mual muntah
c.       Gejal-gejala visual seperti :
·         beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya penglihatanmemudar keabu-abuan, terutama ketika bangun dari posisi duduk atau berbaring,atau penglihatan jadi kerlap ± kerlip seperti lampu saklar yang dimati ± hidupkansecara cepat)
·         Penglihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang dan penurunan persepsi warna dapat terjadi
·         Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh terjadi
·         Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu  kecuali pada penyakit yang sudah lanjut.

2.      P. Fundoskopi
·         Batas pupil kabur
·         Hiperemi papil
·         Elevasi papil
·         Perdarahan ( bentuk flame shaped dan punctata/ bercak
·         Eksudat ( sebagai bercak putih/ cotton  wool
·         Pembendungan vena
·         Pulsasi vena akan menghilang
·         Hilangnya phisiologyc cup akibat tertutup oleh transudat dan eksudat

3.      P. Penunjang
·         CT Scan, MRI  : identifikasi lesi massa SSP
·         B-Scan ultrasonography : dapat menyingkirkan diskus drusen
·         Fluorescein angioghrapy untuk membantu menegakkan diagnosis
·         Perimetri : pada papiledema kronik pembatasan lapangan pandang terutama daerah inferior secara bertahap dapat terjadi selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan penglihatan sentral dan kebutaan total.
·         Fotgrafi warna stereo berguna untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi

Berdasarkan pemeriksaan funduskopi, papil edema terbagi dalam 4 tingkatan :

1. Early 
·         Tidak ada gejala visual dan tajam penglihatan normal 
·         Diskus optikus tampak hiperemis dan elevasi ringan. Garis tepi diskus (awalnya nasal,kemudian superior, inferior dan temporal) tampak tidak jelas, dan mulai terjadi pembengkakan lapisan serat saraf papil retina.

2.Established

·         Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua mata, terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
·         Tajam penglihatan normal atau berkurang
·         Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan garis tepi yang tidak  jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic cup dan pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan dapat terlihat cotton-wool   spots.


3.      Longstanding
·         Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai menyempit.
·         Elevasi diskus optikus yang nyata.
·         Cotton-wool   spots dan perdarahan tidak ada

4.      Atrophic
·         Tajam penglihatan sangat terganggu 
·         Diskus optikus terlihat berwarna abu-abu kotor , sedikit elevasi, dan garis tepi yang tidak jelas



Penatalaksanaan
1.      Terapi diarahkan langsung pada penyebab yang mendasarinya ( pembedahan jika ada massa SSP ).
2.      Acetazolamide oral biasanya 250 mg satu empat kali sehari, tetapi bisa sampai 500 mg empat kali sehari atau diuretik seperti furosemide
3.      Pembuatan pirau cairan serebrospinal atau fenestrasi selubung nervus opticus bila terdapat penurunan penglihatan yang berat atau progresif, atau bila tidak tahan terhadap terapi medis.
4.      Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi intracranial idiopatik.