Diagram ini adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/ akibat dengan faktor-faktor penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada.1,2 Diagram ini digunakan sebagai grafik alat bantu manajemen mutu yang memaparkan dan menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses. Penyusunan diagram ini bertujuan untuk mencari dan menemukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah.
Tujuan utama dari diagram tulang ikan adalah untuk menggambarkan hubungan antara outcome dan faktor-faktor yang mempengaruhi outcome. Sasaran utama dari penggunaan diagram ini adalah:
- Menentukan akar masalah-masalah
-Memusatkan contoh masalah yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis sebab-akibat (cause effect diagram)/ tulang ikan (fishbone diagram)/ diagram Ishikawa
Reff:
1. Ishikawa, Kaoru. 1986. Guide to Quality Control. Tokyo: Asian Productivity Organization.
Kamis, 05 September 2013
Transformasi ASKES
Proses Transformasi PT.ASKES
• Menyusun sistem dan prosedur aspek strategik dan aspek operasional untuk operasionalisasi BPJS Kesehatan
• Menyusun berbagai konsep untuk masukan dan usulan bagi penyusunan peraturan dan perundangan yang dibutuhkan dalam implementasi BPJS Kesehatan
• Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait
• Menyiapkan SDM yang handal untuk masa depan
I. PERSIAPAN (25 November 2011 – 31 Desember 2013)
1. Menyiapkan Operasional BPJS Kesehatan
· Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS
· Sosialisasi JK kepada seluruh pemangku kepentingan
· Penetapan manfaat program JK
· Koordinasi dengan Kemenkes untuk pengalihan Jamkesmas
· Koordinasi dengan Kemenhan, TNI, POLRI untuk pengalihan program yankes TNI, POLRI, PNS Kemenhan/ TNI/Polri
· Koordinasi dengan PT Jamsostek untuk pengalihan JPK Jamsostek.
2. Pengalihan Aset dan Liabilitas, Pegawai, Hak dan Kewajiban BPJS Kesehatan.
· Menunjuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit:
o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan
· Menyusun:
o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan. 6
Kesiapan operasional PT Askes (Persero) menuju BPJS Kesehatan : 2,
1 Kepesertaan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Kepesertaan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.
§ Master File Nasional secara terpusat dan diakses dari seluruh Indonesia dengan pemanfaatan VPN.
§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal
§ Kepesertaan PNS, Penerima Pensiun, PJK MU
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Kepesertaan
§ Penataan Master File Nasionalàmigrasi data dari institusi lain, peserta baru.
§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal à dikaitkan dengan NIK
2 Pelayanan Kesehatan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen
§ Jaringan fasilitas kesehatan: Pemerintah, TNI/Polri, Swasta,
§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang
Standarisasi: obat
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan.
§ Pemantapan jaringan fasilitas kesehatan dan SDM.
§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang.
§ Standarisasi pelayanan medik, obat, alat kesehatan.
3 Pembiayaan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Keuangan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.
§ Iuran: % gaji pokok.
§ Pembiayaan: kapitasi, tariff paket.
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Keuangan.
§ Iuran: % gaji, nominal.
§ Pembiayaan: kapitasi, pola tarip Askes, Ina-CBG.
4 Organisasi dan SDM
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen SDM.
§ Jaringan organisasi Pusat sampai kabupaten / kota.
§ SDM berbasis kompetensi.
AKAN DATANG
§ Pemantapan jaringan organisasi: penambahan kantor.
§ Pemantapan kompetensi SDM, penambahan SDM.
5 Teknologi Informasi
SAAT INI
§ Sistem Informasi Manajemen komprehensif Terpadu.
§ Pusat Data Nasional.
§ Jaringan VPN seluruh Indonesia: 686 titik.
AKAN DATANG
§ Pemantapan Sistem Informasi Manajemen Terpadu.
§ Pemantapan Pusat Data Nasional,
§ Penambahan kapasitas jaringan VPN.
II. BPJS KESEHATAN
· PT ASKES Bubar TANPA likuidasi.
· SEMUA Asset, liabilitas, hak & kewajiban hukum PT ASKES menjadi Asset & liabilitas hak dan kewajiban hukum BPJS KESEHATAN.
· SEMUA Pegawai PT ASKES menjadi Pegawai BPJS KESEHATAN.
· Menteri BUMN (RUPS) melakukan pengesahan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah diaudit oleh Akuntan Publik.
· Menteri Keuangan melakukan pengesahan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan keuangan pembuka dana JK.
· Presiden Mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan (untuk pertama kali Dewan Komisaris dan Direksi PT ASKES diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk paling lama 2 tahun).
· KEMENKES tidak lagi menyelenggarakan JAMKESMAS.
· KEMENHAN, TNI, POLRI tidak lagi menyelenggarakan YanKes kecuali YanKes tertentu.
· PT JAMSOSTEK tidak lagi menyelenggarakan JPK.
Reff:
2. http: www.bpjs.info/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
5. http: www.ilo.org/wcmsp5/.../wcms_170567.pdf
6. http: datakesra.menkokesra.go.id/.../tahapan%20transforma, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
• Menyusun sistem dan prosedur aspek strategik dan aspek operasional untuk operasionalisasi BPJS Kesehatan
• Menyusun berbagai konsep untuk masukan dan usulan bagi penyusunan peraturan dan perundangan yang dibutuhkan dalam implementasi BPJS Kesehatan
• Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait
• Menyiapkan SDM yang handal untuk masa depan
I. PERSIAPAN (25 November 2011 – 31 Desember 2013)
1. Menyiapkan Operasional BPJS Kesehatan
· Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS
· Sosialisasi JK kepada seluruh pemangku kepentingan
· Penetapan manfaat program JK
· Koordinasi dengan Kemenkes untuk pengalihan Jamkesmas
· Koordinasi dengan Kemenhan, TNI, POLRI untuk pengalihan program yankes TNI, POLRI, PNS Kemenhan/ TNI/Polri
· Koordinasi dengan PT Jamsostek untuk pengalihan JPK Jamsostek.
2. Pengalihan Aset dan Liabilitas, Pegawai, Hak dan Kewajiban BPJS Kesehatan.
· Menunjuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit:
o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan
· Menyusun:
o Laporan Keuangan Penutupan PT Askes
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan BPJS Kesehatan, dan
o Laporan Posisi Keuangan Pembukaan Dana Jaminan Kesehatan. 6
Kesiapan operasional PT Askes (Persero) menuju BPJS Kesehatan : 2,
1 Kepesertaan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Kepesertaan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.
§ Master File Nasional secara terpusat dan diakses dari seluruh Indonesia dengan pemanfaatan VPN.
§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal
§ Kepesertaan PNS, Penerima Pensiun, PJK MU
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Kepesertaan
§ Penataan Master File Nasionalàmigrasi data dari institusi lain, peserta baru.
§ Penggunaan Nomor Identitas Tunggal à dikaitkan dengan NIK
2 Pelayanan Kesehatan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen
§ Jaringan fasilitas kesehatan: Pemerintah, TNI/Polri, Swasta,
§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang
Standarisasi: obat
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Pelayanan Kesehatan.
§ Pemantapan jaringan fasilitas kesehatan dan SDM.
§ Manfaat komprehensif, pelayanan berjenjang.
§ Standarisasi pelayanan medik, obat, alat kesehatan.
3 Pembiayaan
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen Keuangan terintegrasi dalam Sistem Informasi Manajemen.
§ Iuran: % gaji pokok.
§ Pembiayaan: kapitasi, tariff paket.
AKAN DATANG
§ Pemantapan Aplikasi Manajemen Keuangan.
§ Iuran: % gaji, nominal.
§ Pembiayaan: kapitasi, pola tarip Askes, Ina-CBG.
4 Organisasi dan SDM
SAAT INI
§ Aplikasi Manajemen SDM.
§ Jaringan organisasi Pusat sampai kabupaten / kota.
§ SDM berbasis kompetensi.
AKAN DATANG
§ Pemantapan jaringan organisasi: penambahan kantor.
§ Pemantapan kompetensi SDM, penambahan SDM.
5 Teknologi Informasi
SAAT INI
§ Sistem Informasi Manajemen komprehensif Terpadu.
§ Pusat Data Nasional.
§ Jaringan VPN seluruh Indonesia: 686 titik.
AKAN DATANG
§ Pemantapan Sistem Informasi Manajemen Terpadu.
§ Pemantapan Pusat Data Nasional,
§ Penambahan kapasitas jaringan VPN.
II. BPJS KESEHATAN
· PT ASKES Bubar TANPA likuidasi.
· SEMUA Asset, liabilitas, hak & kewajiban hukum PT ASKES menjadi Asset & liabilitas hak dan kewajiban hukum BPJS KESEHATAN.
· SEMUA Pegawai PT ASKES menjadi Pegawai BPJS KESEHATAN.
· Menteri BUMN (RUPS) melakukan pengesahan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah diaudit oleh Akuntan Publik.
· Menteri Keuangan melakukan pengesahan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan keuangan pembuka dana JK.
· Presiden Mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan (untuk pertama kali Dewan Komisaris dan Direksi PT ASKES diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk paling lama 2 tahun).
· KEMENKES tidak lagi menyelenggarakan JAMKESMAS.
· KEMENHAN, TNI, POLRI tidak lagi menyelenggarakan YanKes kecuali YanKes tertentu.
· PT JAMSOSTEK tidak lagi menyelenggarakan JPK.
Reff:
2. http: www.bpjs.info/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
5. http: www.ilo.org/wcmsp5/.../wcms_170567.pdf
6. http: datakesra.menkokesra.go.id/.../tahapan%20transforma, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
Transformasi BPJS
Transformasi
asuransi yang ada di Indonesia ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
dijelaskan berikut : 5,6
1. PT ASKES
Berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU BPJS)
2. PT JAMSOSTEK
· Berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat (1) UU BPJS)
· BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 60 ayat (2) UU BPJS)
3. PT ASABRI
Menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
4. PT TASPEN
Menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES dan PT JAMSOSTEK tanpa likuidasi. Sedangkan PT ASABRI dan PT TASPEN tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS. 5,6
Hak dan Kewajiban
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi Negara untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945. 6
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dibentuk 2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program JK dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan JKK, JHT, JP, dan JKM. 6
PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JKK, JHT, JP, dan JKM bagi peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) JAMSOSTEK yang akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS. Berikut ini akan di jabarkan tentang hak dan kewajiban BPJS.
1. PT ASKES
Berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU BPJS)
2. PT JAMSOSTEK
· Berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat (1) UU BPJS)
· BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 60 ayat (2) UU BPJS)
3. PT ASABRI
Menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
4. PT TASPEN
Menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES dan PT JAMSOSTEK tanpa likuidasi. Sedangkan PT ASABRI dan PT TASPEN tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS. 5,6
Hak dan Kewajiban
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi Negara untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945. 6
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dibentuk 2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program JK dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan JKK, JHT, JP, dan JKM. 6
PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JKK, JHT, JP, dan JKM bagi peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) JAMSOSTEK yang akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS. Berikut ini akan di jabarkan tentang hak dan kewajiban BPJS.
Hak BPJS :
UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN.
Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta. 6
Kewajiban BPJS :
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial.
b. Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta;
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;
e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban;
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun;
h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1 tahun;
i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan
k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, dan fairness. Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6
Program
Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan 5 jenis program jaminan sosial, yaitu program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP) dan jaminan kematian (JK), yang diselenggarakan oleh Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan. Adapun program – program BPJS antara lain :
1. Jaminan Hari Tua (JHT)
Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Iuran Program Jaminan Hari Tua:
§ Ditanggung Perusahaan = 3,7%
§ Ditanggung Tenaga Kerja = 2%
Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:
§ Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
§ Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan
§ Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI
2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. 6
Jumlah iuran yang harus dibayarkan:
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:
§ Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja lajang.
§ Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja berkeluarga.
§ Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 3.080.000,-
Cakupan Program
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo.
2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis.
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit.
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh.
6. Emergensi, merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa. 6
Hak-hak Peserta Program JPK:
1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya
2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum menikah.
3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau mendekati dengan tempat tinggal.
4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero) ataupun tidak.
5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.
6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero) setempat.
7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua dan ketiga.
8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan. 6
Kewajiban Peserta Program JPK
1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)
2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK).
3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang.
6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana masa berlaku kartu sudah habis.
7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan. 6
Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT Jamsostek (Persero))
1. Peserta
§ Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara
§ Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain
§ Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan bunuh diri, tindakan melawan hukum.
§ Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang, menyelam, balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing, arum jeram.
§ Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai 3 (tiga) anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan persalinan. 6
2. Pelayanan Kesehatan
§ Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap, ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang telah ditetapkan.
§ Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi.
§ General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear).
§ Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri.
§ Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik.
§ Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa).
§ Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas pekerjaan (Occupational diseases/accident).
§ Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX.
§ Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan.
§ Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis.
§ Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan tersebut.
§ Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar, prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti.
§ Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab Penyelenggara JPK.
§ Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk hemodialisa.
§ Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan.
§ Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan).
§ Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang.
§ Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru yang belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography), TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes).
§ Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung. 6
3. Obat-obatan:
§ Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit.
§ Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang bukan atas indikasi medis.
§ Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya.
§ Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya.
§ Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril.
§ Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan obat-obatan kanker.
4. Pembiayaan: 6
§ Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat.
§ Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan, jaminan rawat dan klaim.
§ Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit yang ditunjuk.
§ Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK.
§ Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun sudah termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU) pada penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari 20 hari/kasus/tahun.
§ Biaya tindakan medik super spesialistik.
§ Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak.
3. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. 6
Manfaat
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 6
1.Biaya Transport (Maksimum)
Darat/sungai/danau Rp 750.000,-
Laut Rp 1.000.000,-
Udara Rp 2.000.000,-
2.Sementara tidak mampu bekerja
Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan
Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan
Seterusnya 50% x upah sebulan
3.Biaya Pengobatan/Perawatan
Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,- (Maksimum)
4.Santunan Cacat
Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah
Total-tetap:
§ Sekaligus: 70% x 80 bulan upah
§ Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan*
§ Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah
5. Santunan Kematian
Sekaligus 60% x 80 bulan upah
Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan*
Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*
6. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-
7. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3. 6
UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN.
Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta. 6
Kewajiban BPJS :
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial.
b. Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta;
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;
e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban;
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun;
h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1 tahun;
i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan
k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, dan fairness. Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6
Program
Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan 5 jenis program jaminan sosial, yaitu program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP) dan jaminan kematian (JK), yang diselenggarakan oleh Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan. Adapun program – program BPJS antara lain :
1. Jaminan Hari Tua (JHT)
Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Iuran Program Jaminan Hari Tua:
§ Ditanggung Perusahaan = 3,7%
§ Ditanggung Tenaga Kerja = 2%
Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:
§ Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
§ Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan
§ Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI
2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. 6
Jumlah iuran yang harus dibayarkan:
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:
§ Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja lajang.
§ Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja berkeluarga.
§ Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 3.080.000,-
Cakupan Program
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo.
2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis.
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit.
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh.
6. Emergensi, merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa. 6
Hak-hak Peserta Program JPK:
1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya
2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum menikah.
3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau mendekati dengan tempat tinggal.
4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero) ataupun tidak.
5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.
6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero) setempat.
7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua dan ketiga.
8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan. 6
Kewajiban Peserta Program JPK
1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)
2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK).
3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang.
6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana masa berlaku kartu sudah habis.
7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan. 6
Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT Jamsostek (Persero))
1. Peserta
§ Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara
§ Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain
§ Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan bunuh diri, tindakan melawan hukum.
§ Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang, menyelam, balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing, arum jeram.
§ Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai 3 (tiga) anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan persalinan. 6
2. Pelayanan Kesehatan
§ Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap, ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang telah ditetapkan.
§ Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi.
§ General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear).
§ Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri.
§ Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik.
§ Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa).
§ Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas pekerjaan (Occupational diseases/accident).
§ Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX.
§ Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan.
§ Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis.
§ Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan tersebut.
§ Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar, prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti.
§ Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab Penyelenggara JPK.
§ Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk hemodialisa.
§ Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan.
§ Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan).
§ Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang.
§ Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru yang belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography), TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes).
§ Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung. 6
3. Obat-obatan:
§ Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit.
§ Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang bukan atas indikasi medis.
§ Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya.
§ Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya.
§ Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril.
§ Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan obat-obatan kanker.
4. Pembiayaan: 6
§ Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat.
§ Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan, jaminan rawat dan klaim.
§ Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit yang ditunjuk.
§ Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK.
§ Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun sudah termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU) pada penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari 20 hari/kasus/tahun.
§ Biaya tindakan medik super spesialistik.
§ Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak.
3. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. 6
Manfaat
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 6
1.Biaya Transport (Maksimum)
Darat/sungai/danau Rp 750.000,-
Laut Rp 1.000.000,-
Udara Rp 2.000.000,-
2.Sementara tidak mampu bekerja
Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan
Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan
Seterusnya 50% x upah sebulan
3.Biaya Pengobatan/Perawatan
Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,- (Maksimum)
4.Santunan Cacat
Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah
Total-tetap:
§ Sekaligus: 70% x 80 bulan upah
§ Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan*
§ Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah
5. Santunan Kematian
Sekaligus 60% x 80 bulan upah
Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan*
Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*
6. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-
7. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3. 6
4. Jaminan Kematian (JK)
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman* dan santunan berkala.
Manfaat Program JK*
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:
1. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,-
2. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-
3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)
*) sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2007
Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian
Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti:
1. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan.
2. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku.
3. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga).
4. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat.
5. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan). 6
5. Jaminan Pensiun (JP)
Penyelenggaraan program pensiun sukarela oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) hendaknya dipertahankan untuk menjaga tingkat kesejahteraan pegawai setelah pensiun. Program jaminan pensiun BPJS merupakan implementasi program jaminan sosial dengan prinsip memberikan perlindungan dasar dan layak, yang dalam hal ini akan mempunyai pola penyelenggaraan berbeda dengan pola pensiun DPPK/DPLK yang mengedepankan manfaat maksimum (on top). Sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan dengan manfaat maksimum tetap akan menjadi peserta program yang bersifat on top yang selama ini diselenggarakan oleh perusahaan asuransi. 6
Reff:
5. http: www.ilo.org/wcmsp5/.../wcms_170567.pdf
6. http: datakesra.menkokesra.go.id/.../tahapan%20transforma, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Definisi
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah :
1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1 angka 1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.2,3
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
a. kegotongroyongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dana amanat; dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
3. Pembentukan dengan undang – undang (Pasal 5 ayat 1)
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan. 2,3
Pembentukan
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dengan UU No. 40 Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan.
Batas waktu penetapan UU tentang BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah. RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan. DPR RI mengambil inisiatif menyelesaikan masalah ini melalui Program Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR telah menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama Pemerintah.
DPR RI dan pemerintah mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui untuk disahkan menjadi Undang – Undang. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Presiden pada tanggal 7 November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011. 2,3
Petikan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS :
Pasal 5
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf b menyelenggarakan program :
· Jaminan kecelakaan kerja
· Jaminan hari tua
· Jaminan pensiun
· Jaminan kematian
Reff:
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah :
1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1 angka 1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.2,3
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
a. kegotongroyongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dana amanat; dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
3. Pembentukan dengan undang – undang (Pasal 5 ayat 1)
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan. 2,3
Pembentukan
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dengan UU No. 40 Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan.
Batas waktu penetapan UU tentang BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah. RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan. DPR RI mengambil inisiatif menyelesaikan masalah ini melalui Program Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR telah menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama Pemerintah.
DPR RI dan pemerintah mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui untuk disahkan menjadi Undang – Undang. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Presiden pada tanggal 7 November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011. 2,3
Petikan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS :
Pasal 5
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf b menyelenggarakan program :
· Jaminan kecelakaan kerja
· Jaminan hari tua
· Jaminan pensiun
· Jaminan kematian
Reff:
2. http:
www.bpjs.info/, diakses pada tanggal 24 Agustus
2013.
ASURANSI KESEHATAN
Definisi
PT ASKES (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya. 4
Visi Misi
Visi : Menjadi spesialis dan pusat unggulan Asuransi Kesehatan di Indonesia
Misi :
Memberikan kepastian jaminan pemeliharaan kesehatan kepada peserta (masyarakat Indonesia) melalui sistem pengelolaan yang efektif dan efisien.
Mengoptimalkan pengelolaan dana dan pengembangan sistem untuk memberikan pelayanan prima secara berkelanjutan kepada peserta.
Mengembangkan pegawai untuk mencapai kinerja optimal dan menjadi salah satu keunggulan bersaing utama perusahaan.
Landasan Hukum
PT ASKES (Persero) yang berkedudukan di Jakarta didirikan dengan Akte Notaris Muhani Salim, SH Nomor 104 tanggal 20 Agustus 1992 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akte Notaris NM Dipo Nusantara Pua Upa, SH Nomor 24 tanggal 13 Agustus 2012. 4
Tujuan
Maksud dan tujuan perseroan ialah turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khusunya di bidang asuransi sosial melalui penyelenggaraan asuransi / jaminan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya, dan masyarakat lainnya, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, guna meningkatkan nilai manfaat bagi peserta dan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip – prinsip Perseroan Terbatas. 4
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diatas, Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut :
Menyelenggarakan asuransi kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) bagi Pegawai Negeri Sipil, Perintis Kemerdekaan, Penerima Pensiun, dan Veteran beserta keluarganya
Menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi Pegawai dan Penerima Badan Usaha dan Badan lainnya
Menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah sesuai dengan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional
Melakukan kegiatan investasi dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang – undangan. 4
Peserta ASKES
Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan penugasan Pemerintah kepada PT ASKES (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1991. 4
Peserta Program ASKES adalah :
Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran (Tuvet dan Non Tuvet) dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga*) yang di tanggung
Pegawai tidak tetap (Dokter/Dokter gigi/Bidan – PTT, melalui SK Menkes nomor 1540/MENKES/SK/XII/2002, tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara Lain). 4
*) anggota keluarga adalah :
Isteri / suami yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan istri / suami (Daftar isteri / suami yang sah yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan termasuk dalam daftar penerima pensiun)
Anak (anak kandung / anak tiri / anak angkat) yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan anak, yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan termasuk dalam daftar penerima pensiun, belum berumur 21 tahun atau telah berumur 21 tahun sampai 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan pendidikan formal, dan tidak atau belum pernah kawin, tidak mempunyai penghasilan sendiri serta masih menjadi tanggungan peserta. Jumlah anak yang ditanggung maksimal 2 anak sesuai dengan urutan tanggal lahir. 4
Reff
4. http: www.ptaskes.com/ ,diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Substansi UU SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tatacara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara.
Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang
bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. 1
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak. Kebutuhan dasar hidup yang layak demi terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 1
Azas, Tujuan dan Prinsip Penyelenggaraan
Sistem jaminan sosial diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat
manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan
pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat
ideal, ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan
hak peserta. 1
9 prinsip
Sistem Jaminan Sosial Nasional
1. Prinsip kegotong-royongan
2. Prinsip Nirlaba
3. Prinsip Keterbukaan
4. Prinsip Kehati-hatian
5. Prinsip Akuntabilitas
6. Prinsip Portabilitas
7. Prinsip Kepesertaan
Bersifat Wajib
8. Prinsip Dana Amanat
9. Prinsip Hasil Pengelolaan
Dana Jaminan Sosial Nasional1
Penanggung Jawab SJSN
Untuk Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional
dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. DJSN berfungsi merumuskan kebijakan
umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. 1
1. http: www.jamsosindonesia.com/sjsn/bpjs, download:
buku_reformasi_sjsn_ind, diakses pada tanggal 24 Agustus 2013.
Senin, 28 Januari 2013
Neuritis Optik
I. Anatomi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual.
Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun
secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang
paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan
beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam neuron pertama)
retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan
yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta
sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel
ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus.
Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari
arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a. Oftalmika4,5.
Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk
penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut di retina, yang
dapat dianggap sebagai end organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel
dari reseptor reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps
dengan sel bipolar, neuron kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian
bersinaps dengan sel-sel retina membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari
bagian belakang bola mata dan berjalan posterior di dalam kerucut otot untuk
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis optikus.
Di dalam tengkorak, dua nervus optikus menyatu membentuk
diskus optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari
separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan
serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral
untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing nervus optikus berjalan
mengelilingi pedunculus serebri menuju nukleus genikulatus lateralis, tempat
nervus optikus bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan
lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk membentuk traktus optikus kiri dan
berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan
pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen
optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan
kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber
sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk
kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan
bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain
membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus
genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah
anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus
genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang
berakhir di kolikulus
superior menghantarkan
impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti
refleks pupil.
Setelah sampai di
korpus genikulatum lateral,
serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan
berlanjut melalui radiatio
optika (optic radiation)
atau traktus genikulokalkarina ke
korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer
tersebut mendapat vaskularisasi
dari a. kalkarina
yang merupakan cabang
dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal dari
bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah
sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang
atas (gambar 3)4.Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah
kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron
interkalasi yang berhubungan dengan nukleus
Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks
cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus
Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga
orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil (gambar 4)4,1.
Gambar 4. Jaras Refleks Pupil1
II. Pemeriksaan
Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara
lain:
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan
refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang
pandang
4. Pemeriksaan
funduskopi
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen
pada jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti
dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus
akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih
dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6.
Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya 5
adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat
membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.6
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung
maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual
adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya6,7.
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas
perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi
pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak
sama ke semua jurusan, misalnya ke
lateral kita dapat melihat 90 – 100° dari titik fiksasi, ke medial 60°, ke atas
50 – 60° dan ke bawah 60 – 75°. Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang
yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih
teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.6
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk
menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal
berbentuk lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas
dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga
terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang
keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan
besar vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:2.6
III. Gangguan Pada Nervus Optikus
3.1. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang
jika terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang
berperan pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diataranya10:
1. Kegagalan cahaya untuk
mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan vitreus pada
pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina,
seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada
nervus optikus seperti neuritis optik,
neuritis retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai
traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak.
5. Penyakit atau kelainan pada
batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada
nervus okulomotorius atau ganglion siliare4
3.2. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus
(N.II) hingga korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan.
Lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandang
sentral dan perifer. Lesi di sebelah anterior kiasma (retina atau nervus
optikus) menyebabkan defek lapang pandang unilateral; lesi di mana saja yang
terletak di jaras penglihatan posterior terhadap kiasma menyebabkan defek
homonim kontralateral. Lesi di kiasma biasanya menyebabkan defek temporal.
Tampilan klinis khas yang mengisyaratkan adanya penyakit
nervus optikus adalah defek pupil aferen, penglihatan warna yang buruk, dan
perubahan-perubahan pada diskus optikus.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan
penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada
kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada
traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada
serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral7.
3. 3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah
papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema. Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil
menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun
bendungan. Bila oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis optik
yang biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Bila di bagian distal N.II
yang mengalami inflamasi, sedangkan papilnya normal, hal ini disebut neuritis
retrobulbar.8
Neuritis Optik
3.1 Definisi
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan
oleh inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optikus akibat reaksi autoimun.
Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung
pada jumlah saraf yang mengalami peradangan9.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Retrobulbar
neuritis : menunjuk kepada lesi saraf yang akut dan tidak ditemukan adanya
gambaran fundus yang abnormal.
2. Papilitis
: mengarah kepada lesi anterior diamana diskus menjadi membengkak dan
hiperemis.
3. Neurorenitinitis
: memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi ditujukan kepada suatu
proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat retina dan uvea.9
3.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dari optic neuritis di amerika
serikat adalah 5 per 100.000 penduduk. Pada ras kaukasian, wanita dan orang
yang hidup di dataran tinggi lebih banyak terkena penyakit ini. Pada umumnya
terjadi pada usia antara 15-49 tahun (usia rata-rata 30-35 tahun).16
3.3 Etiologi
Optik Neuritis (ON) mungkin berhubungan dengan demyelinisasi
(disertai dengan Multipel Sclerosis lebih dari 50%), infeksi, parainfeksi atau
autoimmune disease. Pada orang dewasa, demyelinisasi adalah penyebab yang
tersering dimana penyebab demyelinisasi sendiri tidak diketahui. ON yang
disebabkan infeksi sangat jarang terjadi, meskipun begitu yang paling sering
menyebabkan ON adalah virus herpes, Cytomegalovirus, lyme disease, TB dan
fungi. Para infeksi yang dapat menyebabkan ON adalah sinus disease, vaksinasi
dan enchepalitis. SLE, sjogren syndrome, ankylosing spondylitis dan sarcoidosis
telah dilaporkan sebagai penyakit autoimun yang juga dapat menyebabkan ON.17
3.4 Patofisiologi
Hingga saat ini reaksi autoimun merupakan teori yang masih
dipegang dalam patofisiologi neuritis optik. Dalam reaksi ini myelin nervus
optikus mengalami destruksi sehingga akson hanya dapat memberikan impuls
listrik dalam jumlah yang sangat kecil. Bila keadaan ini terus menerus terjadi,
maka sel ganglion retina aka mengalami kerusakan ireversibel. Setelah destruksi
myelin berlangsung, axon dari sel ganglion retina akan mulai berdegenerasi.
Monosit melokalisir daerah tersebut diikuti oleh makrofag untuk memfagosit myelin.
Antrosit kemudian berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan sel glia.
Daerah gliotik (sklerotik) dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan
medulla spinalis (multipel sklerosis).12
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya
akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis
optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya
belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan
mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan
sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4
minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi
yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah
perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis
optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama
seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis
optikus.13
3.5 Manifestasi Klinik
Riwayat dan pemeriksaan merupakan dasar dari diagnosis optic
neuritis. Pasien dewasa dengan ON sering
ditandai dengan penurunan penglihatan yang unilateral. Bilateral juga dapat
terjadi, tetapi ini lebih sering terjadi pada anak-anak atau populasi Asia dan
disebut sebagai 'optospinal MS'. Persepsi penglihatan terhadap warna biasanya juga
terpengaruh, dengan warna-warna seperti efek washed out sebelum penurunan
penglihatan terjadi. Nyeri orbital di dalam atau di sekitar mata.17
Manifestasi klinis biasanya ditandai dengan nyeri subakut
unilateral disertai kehilangan penglihatan yang progresif selama beberapa hari
sampai 2 minggu. Kehilangan penglihatan mulai dari kabur hingga tidak respon
terhadap cahaya. Kilatan cahaya dapat terlihat saat penderita menggerakkan bola
matanya. Pada penderita juga terjadi penurunan penglihatan setelah berolahraga
atau saat suhu tubuh meningkat (uhthoff phenomenon).
Tanda dari terjadinya optic neuritis ialah abnormallitas
penglihatan terhadap warna, menurunnya kontras dari penglihatan, defek lapangan
pandang dan reflek pupil aferen defek positif.19
a. Tajam penglihatan
Dalam praktek umum, tanda-tanda disfungsi saraf optik dapat
diperoleh dari pengujian visual acuity menggunakan grafik Snellen untuk
menentukan derajat kehilangan penglihatan. ketajaman visual pada penderita
Optic neuritis dapat berkisar mulai dari 6/6 hingga no light perception. Hilangnya
visus dapat : ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 / 60), berat (≤ 20 / 70)
Pemeriksaan penglihatan warna sangat penting dan ini dapat
dideteksi dengan menggunakan ishihara test. Pola yang paling umum didapatkan pada
penderita ON adalah redgreen confusion. Defek relatif aferen pupil merupakan
tanda klinis dari ON dan sangat penting bahwa tes ini dilakukan dengan benar.
Perlakuan percobaan neuritis optik (ONTT) menunjukkan bahwa sekitar 48% pasien
dengan ON pada satu mata memiliki optik neuropati pada mata kontralateralnya.
Pada anak-anak, ON cukup sering bilateral dan berulang. Penurunan subjektif
pada kontras penglihatan adalah indikator lain dari disfungsi nervus optikus.17
Uhthoff’s phenomenon merupakan hilangnya visus sementara
waktu yang terjadi secara intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan
optic neuropati. Syndrome ini juga dapat dicetuskan oleh stress emosional,
perubahan cuaca, menstruasi, cahaya, makanan, merokok. Patofisiologi dari
Unthoff’s syndrome belum diketahui, walaupun adanya hambatan hantaran hingga
peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada kadar elektrolit darah dapat
dipercaya memegang peranan.
b. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe
defek visual yang sering ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang
dilaporkan, termasuk skotoma centrocecal, setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki
lapangan pandang yang normal.
c. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral
walaupun mata tersebut buta. Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent
pupil di karakteristikan dengan susahnya atau hilangnya konstriksi pada
penyinaran langsung, hal ini didapati pada mata yang ipsilateral. Tes dengan
lampu senter yang berayun adalah metode sederhana untuk mendeteksi hal ini.
OPTHALMOSKOPI
a. Perubahan
awal11
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus
normal dalam 44 % kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik
neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18 % dari pasien
yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan
adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.
Edema dari diskus optikus (1:3) dengan atau tanpa peripapillary
flame-shaped hemorrhages (papillitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda) atau normasl diskus (2:3) retrobulbar ON lebih sering pada dewasa.
(willeye)
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan
untuk menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena
biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp untuk melihat adanya
sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat
dijumpai selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadangdidapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan
ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus,
dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini,
serabut saraf atropi dapat diamati pada retina dengan berangkat lampu hijau
merah.
3.6 Penegakan Diagnosis
Ø Anamnesa
Riwayat
· Pasien
dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang berulang,
dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang sama.
Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
1. Penglihatan turun mendadak
dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata. Kurang lebih
sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada serangan pertama,
sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
2. Penglihatan warna
terganggu.
3. Rasa sakit bila mata
bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau bersamaan dengan berkurangnya
tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di bagian belakang bila digerakkan.
4. Adanya defek lapang
pandang.
5. Pasien mengeluh penglihatan
menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik (tanda Uhthoff).
6. Beberapa pasien mengeluh
objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan melengkung (Pulfrich
phenomenon), kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris antara nervus
optikus.
Ø Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.
Langkah-langkah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan
sampai kehilangan total penglihatan.
2. Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva,
maupun kornea dalam keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena
dan defek pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada
kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.16,2
3. Pemeriksaan segmen
posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus
merupakan bentuk retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya
waktu, nervus optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis
optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus,
dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar.
Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada
neuroretinitis.14,2
Ø Pemeriksaan Tambahan
- Tes
konfrontasi
- Tes
ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu, umumnya warna
merah yang terganggu.2
Ø Pemeriksaan Anjuran
- Untuk
membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto
sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan
kepala.
- Dengan
MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.2
3.8 Penatalaksanaan
Terapi Jangka Pendek
Dalam ONTT, pada pasien yang diberi perlakuan dalam 8 hari
setelah onset gejala untuk menerima prednison oral (1 mg per kilogram berat
badan per hari selama 14 hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari),
dan pasien yang menerima intravena metilprednisolon (250 mg setiap 6 jam selama
3 hari) diikuti dengan prednison oral mg (1 per kilogram per hari selama 11
hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari), atau oral placebo.
Pengobatan dengan metilprednisolon intravena ternyata menghasilkan pemulihan
visus yang lebih cepat. Angka kejadian multiple sclerosis dua tahun setelah
pengobatan dengan infus metilprednisolon sebesar 7,5 persen, dibandingkan
dengan 14,7 persen di antara pasien yang menerima prednisone dan 16,7 persen
placebo.18
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik
adalah sebagai berikut13:
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis
optikus :
1. Dari hasil MRI bila
terdapat minimum 1 lesi demielinasi
tipikal :
Regimen
selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan
Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya
dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20
mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone
oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg
oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan
dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3
tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau
lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan
yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi
untuk terapi interferon β-1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone
sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3. Dengan tidak ada lesi
demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS
rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat
digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak
dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun
kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis
optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada
minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan
kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi
MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke
spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.
Terapi jangka panjang
Interferon beta-1a dan interferon beta-1b telah terbukti
dapat mengurangi angka kejadian multipel
sklerosis pada pasien dengan demielinasi akut optik neuritis dan dua atau lebih
karakteristik dari lesi demielinisasi pada MRI. Controlled high-risk Subjects
Avonex Multiple Sclerosis Prevention Study (CHAMPS) termasuk 383 pasien dengan
neuritis optik akut atau demielinasi lainnya yang berada pada resiko tinggi
untuk terkena multiple sclerosis berdasar bukti MRI (dua atau lebih whitematter
lesion). Semua pasien menerima 1 g per hari intravena metilprednisolon selama 3
hari; 193 pasien secara acak diberikan suntikan intramuskular 30 mg interferon
beta-1a (Avonex) selama 27 hari dan 190 secara acak untuk suntikan mingguan
plasebo. pasien yang diobati dengan interferon beta-1a memiliki angka
probabilitas lebih rendah untuk terjadinya multiple sklerosi selama 3 dibandingkan
dengan mereka yang menerima placebo. 18
3.9 Prognosis
Perbaikan visual yang terjadi pada penderita ON ini
cukup cepat, bertahap dan berlangsung hingga 1 tahun setelah serangan. Ketajaman
visual yang diperoleh rata-rata 1 tahun setelah serangan neuritis optik adalah
20/15, dan kurang dari 10% pasien memiliki ketajaman visual tetap kurang dari
20/40. Parameter lain dari fungsi visual, termasuk sensitivitas kontras,
persepsi warna, dan lapang pandang, meningkat seiring dengan peningkatan
ketajaman visual. Kebanyakan dari
pasien, yang mengalami serangan neuritis optic lebih dari sekali, dapat
mempertahankan visus yang sangat baik selama minimal 15 tahun setelah serangan
neuritis optic pertama.16
Meskipun prognosis keseluruhan untuk ketajaman visual
setelah serangan neuritis optik akut sangat baik, beberapa dari pasien
mengalami hilangnya penglihatan cukup parah yang menetap setelah satu kali
serangan. Lebih jauh lagi, bahkan pasien dengan peningkatan fungsi visual untuk
"normal" mungkin mengeluh photopsias atau kehilangan visual sementara
akibat overheat atau setelah olahraga (Uhthoff phenomenon). Dua hipotesis utama
tentang gejala Uhthoff adalah bahwa (1) peningkatan suhu tubuh dapat mengganggu
konduksi dari akson n. optic (2) olahraga dapat mempengaruhi lingkungan
metabolic disekitar n. optic yang juga dapat mengganggu konduksi dari akson.
Sekitar 25% pasien yang mengalami serangan neuritis optik
akut akan mengalami serangan kedua pada mata yang sakit atau serangan baru pada
mata yang sebelumnya tidak terkena. Resiko kambuhnya atau serangan baru secara
substansial lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan dosis rendah prednison
oral dibandingkan pasien yang tidak mendapat perawatan atau yang dirawat dengan
3-hari dosis tinggi (1 g / hari) intravena metilprednisolon diikuti dengan
2-minggu dosis rendah (1 mg / kg / hari) prednison.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE.
Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. hal 825.
2. American academy of
ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Hal.
144.
3. Ropper, A. Adams and
Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. New York: McGraw-Hill. Hal.213
4. A.K. Kurana. Comprehensive
Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International 2007. P
288-96.
5. Froetscher M & Baehr M.
Duus. Topical Diagnosis in Neurology. 4
edition. 2005. Stuttgart: Thieme. p 130 – 137.
6. Lumbantobing S. Neurologi
Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p 25
– 46.
7. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan
Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
p 31 – 33.
8. Gilroy Jhon. Abnormalities
of Pupillary Light Reflex. In : Basic Neurology. Third edition.
9. Siregar, N. Papilitis.
2003. USU Digital Library
10. Chu, E. R. 2009. Optic neuritis – more than a loss
of vision. Australian Family physician Vol. 38, No. 10, October 2009.
11. Schiefer, U. 2007. Clinical Neuro-Ophthalmology.
Nw York: Springer.
12. Guy V. Jirawuthiworavong. 2010.
Demyelinating Optic Neuritis. Article (http://eyewiki.aao.demyelinating_optic_neuritis,
Diakses 23 Maret 2012)
13. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical
features, and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh
dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
14. Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth dan John P.
Whitcher, MD, MPH. 2008. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
15. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.
Optic neuritis : diagnosis, treatment and prognosis. Dapat
diunduh dari URL : http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf
(tanggal diunduh : 4 Juni 2012)
PN, shams. 2009. Optic neuritis : Review. The National
Hospital for Neurology & Neurosurgery, London, UK. Dapat diunduh dari URL :
http://www.msforum.net/journal/download/20091682.pdf
(tanggal diunduh : 4 Juni 2012)
Balcer, Laura J. 2006. Optic neuritis. Dapat diunduh dari
URL : http://www.nejm.org (tanggal diunduh :
4 Juni 2012)
S J Hickman, C M Dalton. 2002. Management of acute optic neuritis.
Neuro-Ophthalmology Department, Moorfields Eye Hospital, London. Dapat diunduh
dari URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12493277
(diunduh pada tanggal : 4 Juni 2012)
Langganan:
Postingan (Atom)