I. Anatomi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual.
Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun
secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang
paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan
beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam neuron pertama)
retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan
yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta
sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel
ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus.
Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari
arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a. Oftalmika4,5.
Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk
penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut di retina, yang
dapat dianggap sebagai end organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel
dari reseptor reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps
dengan sel bipolar, neuron kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian
bersinaps dengan sel-sel retina membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari
bagian belakang bola mata dan berjalan posterior di dalam kerucut otot untuk
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis optikus.
Di dalam tengkorak, dua nervus optikus menyatu membentuk
diskus optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari
separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan
serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral
untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing nervus optikus berjalan
mengelilingi pedunculus serebri menuju nukleus genikulatus lateralis, tempat
nervus optikus bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan
lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk membentuk traktus optikus kiri dan
berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan
pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen
optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan
kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber
sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk
kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan
bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain
membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus
genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah
anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus
genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang
berakhir di kolikulus
superior menghantarkan
impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti
refleks pupil.
Setelah sampai di
korpus genikulatum lateral,
serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan
berlanjut melalui radiatio
optika (optic radiation)
atau traktus genikulokalkarina ke
korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer
tersebut mendapat vaskularisasi
dari a. kalkarina
yang merupakan cabang
dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal dari
bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah
sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang
atas (gambar 3)4.Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah
kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron
interkalasi yang berhubungan dengan nukleus
Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks
cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus
Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga
orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil (gambar 4)4,1.
Gambar 4. Jaras Refleks Pupil1
II. Pemeriksaan
Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara
lain:
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan
refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang
pandang
4. Pemeriksaan
funduskopi
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen
pada jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti
dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus
akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih
dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6.
Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya 5
adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat
membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.6
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung
maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual
adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya6,7.
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas
perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi
pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak
sama ke semua jurusan, misalnya ke
lateral kita dapat melihat 90 – 100° dari titik fiksasi, ke medial 60°, ke atas
50 – 60° dan ke bawah 60 – 75°. Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang
yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih
teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.6
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk
menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal
berbentuk lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas
dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga
terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang
keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan
besar vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:2.6
III. Gangguan Pada Nervus Optikus
3.1. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang
jika terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang
berperan pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diataranya10:
1. Kegagalan cahaya untuk
mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan vitreus pada
pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina,
seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada
nervus optikus seperti neuritis optik,
neuritis retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai
traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak.
5. Penyakit atau kelainan pada
batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada
nervus okulomotorius atau ganglion siliare4
3.2. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus
(N.II) hingga korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan.
Lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandang
sentral dan perifer. Lesi di sebelah anterior kiasma (retina atau nervus
optikus) menyebabkan defek lapang pandang unilateral; lesi di mana saja yang
terletak di jaras penglihatan posterior terhadap kiasma menyebabkan defek
homonim kontralateral. Lesi di kiasma biasanya menyebabkan defek temporal.
Tampilan klinis khas yang mengisyaratkan adanya penyakit
nervus optikus adalah defek pupil aferen, penglihatan warna yang buruk, dan
perubahan-perubahan pada diskus optikus.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan
penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada
kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada
traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada
serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral7.
3. 3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah
papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema. Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil
menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun
bendungan. Bila oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis optik
yang biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Bila di bagian distal N.II
yang mengalami inflamasi, sedangkan papilnya normal, hal ini disebut neuritis
retrobulbar.8
Neuritis Optik
3.1 Definisi
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan
oleh inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optikus akibat reaksi autoimun.
Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung
pada jumlah saraf yang mengalami peradangan9.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Retrobulbar
neuritis : menunjuk kepada lesi saraf yang akut dan tidak ditemukan adanya
gambaran fundus yang abnormal.
2. Papilitis
: mengarah kepada lesi anterior diamana diskus menjadi membengkak dan
hiperemis.
3. Neurorenitinitis
: memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi ditujukan kepada suatu
proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat retina dan uvea.9
3.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dari optic neuritis di amerika
serikat adalah 5 per 100.000 penduduk. Pada ras kaukasian, wanita dan orang
yang hidup di dataran tinggi lebih banyak terkena penyakit ini. Pada umumnya
terjadi pada usia antara 15-49 tahun (usia rata-rata 30-35 tahun).16
3.3 Etiologi
Optik Neuritis (ON) mungkin berhubungan dengan demyelinisasi
(disertai dengan Multipel Sclerosis lebih dari 50%), infeksi, parainfeksi atau
autoimmune disease. Pada orang dewasa, demyelinisasi adalah penyebab yang
tersering dimana penyebab demyelinisasi sendiri tidak diketahui. ON yang
disebabkan infeksi sangat jarang terjadi, meskipun begitu yang paling sering
menyebabkan ON adalah virus herpes, Cytomegalovirus, lyme disease, TB dan
fungi. Para infeksi yang dapat menyebabkan ON adalah sinus disease, vaksinasi
dan enchepalitis. SLE, sjogren syndrome, ankylosing spondylitis dan sarcoidosis
telah dilaporkan sebagai penyakit autoimun yang juga dapat menyebabkan ON.17
3.4 Patofisiologi
Hingga saat ini reaksi autoimun merupakan teori yang masih
dipegang dalam patofisiologi neuritis optik. Dalam reaksi ini myelin nervus
optikus mengalami destruksi sehingga akson hanya dapat memberikan impuls
listrik dalam jumlah yang sangat kecil. Bila keadaan ini terus menerus terjadi,
maka sel ganglion retina aka mengalami kerusakan ireversibel. Setelah destruksi
myelin berlangsung, axon dari sel ganglion retina akan mulai berdegenerasi.
Monosit melokalisir daerah tersebut diikuti oleh makrofag untuk memfagosit myelin.
Antrosit kemudian berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan sel glia.
Daerah gliotik (sklerotik) dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan
medulla spinalis (multipel sklerosis).12
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya
akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis
optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya
belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan
mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan
sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4
minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi
yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah
perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis
optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama
seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis
optikus.13
3.5 Manifestasi Klinik
Riwayat dan pemeriksaan merupakan dasar dari diagnosis optic
neuritis. Pasien dewasa dengan ON sering
ditandai dengan penurunan penglihatan yang unilateral. Bilateral juga dapat
terjadi, tetapi ini lebih sering terjadi pada anak-anak atau populasi Asia dan
disebut sebagai 'optospinal MS'. Persepsi penglihatan terhadap warna biasanya juga
terpengaruh, dengan warna-warna seperti efek washed out sebelum penurunan
penglihatan terjadi. Nyeri orbital di dalam atau di sekitar mata.17
Manifestasi klinis biasanya ditandai dengan nyeri subakut
unilateral disertai kehilangan penglihatan yang progresif selama beberapa hari
sampai 2 minggu. Kehilangan penglihatan mulai dari kabur hingga tidak respon
terhadap cahaya. Kilatan cahaya dapat terlihat saat penderita menggerakkan bola
matanya. Pada penderita juga terjadi penurunan penglihatan setelah berolahraga
atau saat suhu tubuh meningkat (uhthoff phenomenon).
Tanda dari terjadinya optic neuritis ialah abnormallitas
penglihatan terhadap warna, menurunnya kontras dari penglihatan, defek lapangan
pandang dan reflek pupil aferen defek positif.19
a. Tajam penglihatan
Dalam praktek umum, tanda-tanda disfungsi saraf optik dapat
diperoleh dari pengujian visual acuity menggunakan grafik Snellen untuk
menentukan derajat kehilangan penglihatan. ketajaman visual pada penderita
Optic neuritis dapat berkisar mulai dari 6/6 hingga no light perception. Hilangnya
visus dapat : ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 / 60), berat (≤ 20 / 70)
Pemeriksaan penglihatan warna sangat penting dan ini dapat
dideteksi dengan menggunakan ishihara test. Pola yang paling umum didapatkan pada
penderita ON adalah redgreen confusion. Defek relatif aferen pupil merupakan
tanda klinis dari ON dan sangat penting bahwa tes ini dilakukan dengan benar.
Perlakuan percobaan neuritis optik (ONTT) menunjukkan bahwa sekitar 48% pasien
dengan ON pada satu mata memiliki optik neuropati pada mata kontralateralnya.
Pada anak-anak, ON cukup sering bilateral dan berulang. Penurunan subjektif
pada kontras penglihatan adalah indikator lain dari disfungsi nervus optikus.17
Uhthoff’s phenomenon merupakan hilangnya visus sementara
waktu yang terjadi secara intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan
optic neuropati. Syndrome ini juga dapat dicetuskan oleh stress emosional,
perubahan cuaca, menstruasi, cahaya, makanan, merokok. Patofisiologi dari
Unthoff’s syndrome belum diketahui, walaupun adanya hambatan hantaran hingga
peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada kadar elektrolit darah dapat
dipercaya memegang peranan.
b. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe
defek visual yang sering ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang
dilaporkan, termasuk skotoma centrocecal, setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki
lapangan pandang yang normal.
c. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral
walaupun mata tersebut buta. Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent
pupil di karakteristikan dengan susahnya atau hilangnya konstriksi pada
penyinaran langsung, hal ini didapati pada mata yang ipsilateral. Tes dengan
lampu senter yang berayun adalah metode sederhana untuk mendeteksi hal ini.
OPTHALMOSKOPI
a. Perubahan
awal11
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus
normal dalam 44 % kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik
neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18 % dari pasien
yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan
adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.
Edema dari diskus optikus (1:3) dengan atau tanpa peripapillary
flame-shaped hemorrhages (papillitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda) atau normasl diskus (2:3) retrobulbar ON lebih sering pada dewasa.
(willeye)
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan
untuk menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena
biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp untuk melihat adanya
sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat
dijumpai selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadangdidapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan
ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus,
dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini,
serabut saraf atropi dapat diamati pada retina dengan berangkat lampu hijau
merah.
3.6 Penegakan Diagnosis
Ø Anamnesa
Riwayat
· Pasien
dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang berulang,
dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang sama.
Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
1. Penglihatan turun mendadak
dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata. Kurang lebih
sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada serangan pertama,
sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
2. Penglihatan warna
terganggu.
3. Rasa sakit bila mata
bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau bersamaan dengan berkurangnya
tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di bagian belakang bila digerakkan.
4. Adanya defek lapang
pandang.
5. Pasien mengeluh penglihatan
menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik (tanda Uhthoff).
6. Beberapa pasien mengeluh
objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan melengkung (Pulfrich
phenomenon), kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris antara nervus
optikus.
Ø Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.
Langkah-langkah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan
sampai kehilangan total penglihatan.
2. Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva,
maupun kornea dalam keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena
dan defek pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada
kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.16,2
3. Pemeriksaan segmen
posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus
merupakan bentuk retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya
waktu, nervus optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis
optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus,
dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar.
Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada
neuroretinitis.14,2
Ø Pemeriksaan Tambahan
- Tes
konfrontasi
- Tes
ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu, umumnya warna
merah yang terganggu.2
Ø Pemeriksaan Anjuran
- Untuk
membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto
sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan
kepala.
- Dengan
MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.2
3.8 Penatalaksanaan
Terapi Jangka Pendek
Dalam ONTT, pada pasien yang diberi perlakuan dalam 8 hari
setelah onset gejala untuk menerima prednison oral (1 mg per kilogram berat
badan per hari selama 14 hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari),
dan pasien yang menerima intravena metilprednisolon (250 mg setiap 6 jam selama
3 hari) diikuti dengan prednison oral mg (1 per kilogram per hari selama 11
hari, dengan selanjutnya tapering-off selama 4 hari), atau oral placebo.
Pengobatan dengan metilprednisolon intravena ternyata menghasilkan pemulihan
visus yang lebih cepat. Angka kejadian multiple sclerosis dua tahun setelah
pengobatan dengan infus metilprednisolon sebesar 7,5 persen, dibandingkan
dengan 14,7 persen di antara pasien yang menerima prednisone dan 16,7 persen
placebo.18
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik
adalah sebagai berikut13:
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis
optikus :
1. Dari hasil MRI bila
terdapat minimum 1 lesi demielinasi
tipikal :
Regimen
selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan
Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya
dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20
mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone
oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg
oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan
dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3
tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau
lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan
yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi
untuk terapi interferon β-1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone
sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3. Dengan tidak ada lesi
demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS
rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat
digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak
dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun
kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis
optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada
minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan
kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi
MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke
spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.
Terapi jangka panjang
Interferon beta-1a dan interferon beta-1b telah terbukti
dapat mengurangi angka kejadian multipel
sklerosis pada pasien dengan demielinasi akut optik neuritis dan dua atau lebih
karakteristik dari lesi demielinisasi pada MRI. Controlled high-risk Subjects
Avonex Multiple Sclerosis Prevention Study (CHAMPS) termasuk 383 pasien dengan
neuritis optik akut atau demielinasi lainnya yang berada pada resiko tinggi
untuk terkena multiple sclerosis berdasar bukti MRI (dua atau lebih whitematter
lesion). Semua pasien menerima 1 g per hari intravena metilprednisolon selama 3
hari; 193 pasien secara acak diberikan suntikan intramuskular 30 mg interferon
beta-1a (Avonex) selama 27 hari dan 190 secara acak untuk suntikan mingguan
plasebo. pasien yang diobati dengan interferon beta-1a memiliki angka
probabilitas lebih rendah untuk terjadinya multiple sklerosi selama 3 dibandingkan
dengan mereka yang menerima placebo. 18
3.9 Prognosis
Perbaikan visual yang terjadi pada penderita ON ini
cukup cepat, bertahap dan berlangsung hingga 1 tahun setelah serangan. Ketajaman
visual yang diperoleh rata-rata 1 tahun setelah serangan neuritis optik adalah
20/15, dan kurang dari 10% pasien memiliki ketajaman visual tetap kurang dari
20/40. Parameter lain dari fungsi visual, termasuk sensitivitas kontras,
persepsi warna, dan lapang pandang, meningkat seiring dengan peningkatan
ketajaman visual. Kebanyakan dari
pasien, yang mengalami serangan neuritis optic lebih dari sekali, dapat
mempertahankan visus yang sangat baik selama minimal 15 tahun setelah serangan
neuritis optic pertama.16
Meskipun prognosis keseluruhan untuk ketajaman visual
setelah serangan neuritis optik akut sangat baik, beberapa dari pasien
mengalami hilangnya penglihatan cukup parah yang menetap setelah satu kali
serangan. Lebih jauh lagi, bahkan pasien dengan peningkatan fungsi visual untuk
"normal" mungkin mengeluh photopsias atau kehilangan visual sementara
akibat overheat atau setelah olahraga (Uhthoff phenomenon). Dua hipotesis utama
tentang gejala Uhthoff adalah bahwa (1) peningkatan suhu tubuh dapat mengganggu
konduksi dari akson n. optic (2) olahraga dapat mempengaruhi lingkungan
metabolic disekitar n. optic yang juga dapat mengganggu konduksi dari akson.
Sekitar 25% pasien yang mengalami serangan neuritis optik
akut akan mengalami serangan kedua pada mata yang sakit atau serangan baru pada
mata yang sebelumnya tidak terkena. Resiko kambuhnya atau serangan baru secara
substansial lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan dosis rendah prednison
oral dibandingkan pasien yang tidak mendapat perawatan atau yang dirawat dengan
3-hari dosis tinggi (1 g / hari) intravena metilprednisolon diikuti dengan
2-minggu dosis rendah (1 mg / kg / hari) prednison.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE.
Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. hal 825.
2. American academy of
ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Hal.
144.
3. Ropper, A. Adams and
Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. New York: McGraw-Hill. Hal.213
4. A.K. Kurana. Comprehensive
Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International 2007. P
288-96.
5. Froetscher M & Baehr M.
Duus. Topical Diagnosis in Neurology. 4
edition. 2005. Stuttgart: Thieme. p 130 – 137.
6. Lumbantobing S. Neurologi
Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p 25
– 46.
7. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan
Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
p 31 – 33.
8. Gilroy Jhon. Abnormalities
of Pupillary Light Reflex. In : Basic Neurology. Third edition.
9. Siregar, N. Papilitis.
2003. USU Digital Library
10. Chu, E. R. 2009. Optic neuritis – more than a loss
of vision. Australian Family physician Vol. 38, No. 10, October 2009.
11. Schiefer, U. 2007. Clinical Neuro-Ophthalmology.
Nw York: Springer.
12. Guy V. Jirawuthiworavong. 2010.
Demyelinating Optic Neuritis. Article (http://eyewiki.aao.demyelinating_optic_neuritis,
Diakses 23 Maret 2012)
13. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical
features, and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh
dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
14. Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth dan John P.
Whitcher, MD, MPH. 2008. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
15. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.
Optic neuritis : diagnosis, treatment and prognosis. Dapat
diunduh dari URL : http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf
(tanggal diunduh : 4 Juni 2012)
PN, shams. 2009. Optic neuritis : Review. The National
Hospital for Neurology & Neurosurgery, London, UK. Dapat diunduh dari URL :
http://www.msforum.net/journal/download/20091682.pdf
(tanggal diunduh : 4 Juni 2012)
Balcer, Laura J. 2006. Optic neuritis. Dapat diunduh dari
URL : http://www.nejm.org (tanggal diunduh :
4 Juni 2012)
S J Hickman, C M Dalton. 2002. Management of acute optic neuritis.
Neuro-Ophthalmology Department, Moorfields Eye Hospital, London. Dapat diunduh
dari URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12493277
(diunduh pada tanggal : 4 Juni 2012)