2.1.1
Definisi
Istilah “ikterus” berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah “jaundice”
berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti “kuning”.1 Ikterus adalah
gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan skelera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih. 9 Secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dl. 9 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan
kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.9 Hiperbilirubinemia adalah
suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu >12mg/dL dan >15mg/dL
pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan; peningkatan
kadar bilirubin >5mg%/24jam; peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-2mg%;
ikterus berlangsung > 2minggu.2
2.1.2
Etiologi
Peningkatan kadar
bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, ± 60% neonatus
(ikterus fisiologis), disebabkan: 5-8
Bilirubin selama masa
janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus diekskresi bayi sendiri
2.
Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus
3.
Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari)
4.
Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang
mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang
Fungsi hepar yang belum
sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, uridine diphosphate
glukoronil transferase dan ligand dalam protein belum adekuat) atau penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatik
meningkat karena masih berfungsinya enzim β- glukuronidase di usus dan belum
ada nutrien
Peningkatan kadar
bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis):1,2, 5-8
Hari 1: - Hemolisis
akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus
- Infeksi intrauterin TORCH
Hari 2-5: -
Prematuritas
- Infeksi
- Ikterus fisiologis
- RDS
-
Polisitemia
- Kongenital spherositosis
-
Sepsis
- Perdarahan Ekstravaskular
- Defisiensi
G6PD - Breast feeding
jaundice
Hari 5-10: -
Sepsis
- Breast milk jaundice
- Galaktosemia
- Hipotiroidisme
- Obat-obatan
(sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)
Hari
>10: - Sepsis
- Neonatal hepatitis
- Atresia biliaris
- Peningkatan sirkulasi
enterohepatik (stenosis pilorik, obstruksi usus)
2.1.3
Metabolisme Bilirubin1-4
Bilirubin merupakan
produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.4 Bilirubin berasal dari
proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan heme dalam sel
retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme ini adalah
bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut dalam
air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi
mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati. Dalam
sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein Z dan
glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase
dimetabolisme menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke
dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. 9
Setelah disekresi oleh
hati, disimpan dalam kandung empedu sampai proses makan akan merangsang
pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi
oleh epitel usus, tetapi dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan
urobilinogen yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin
direk akan didekonjugasi oleh enzim β-glukoronidase yang terdapat pada epitel
usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam
sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. 9
Berdasarkan metabolisme
normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya ikterus berkaitan dengan:
produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan bilirubin
intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian
kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat. 9
2.1.4
Diagnosis9
Anamnesis, mencari berbagai faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian
hiperbilirubinemia, pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam ruangan dengan
pencahayaan yang baik, dan dengan menekan kulit dengan tekanan yang ringan
untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak
terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dl. Pemeriksaan fisik harus
difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis.
Kondisi bayi yang diperiksa; apakah ada pucat, petekie, ekstravasasi darah,
memar, kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan
bukti adanya dehidrasi. Pemeriksaan terhadap kadar bilirubin total dan indirek
untuk menegakkan diagnosis, serta mencari faktor penyebab yang berhubungan
dengan hiperbilirubinemia yang berat.
2.1.5 Penatalaksanaan2,
9
Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan agar
kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus,
serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi
dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya enzim
glukoronil transferase. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme
bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obat-obatan
(IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan
maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.6
Terapi Sinar9
Bilirubin indirek tidak
larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau
urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia
lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi)
melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat
terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi
diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan
melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan
saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Pada terapi sinar,
panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan intensitas cahaya 6-12
μwatt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah
bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12),
cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.
Tabel 2.2 Komplikasi
terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang
terjadi dan reversibel.
Komplikasi
|
Mekanisme yang
mungkin terjadi
|
Bronze baby
syndrome
|
Berkurangnya ekskresi
hepatik hasil penyinaran bilirubin
|
Diare
|
Bilirubin indirek
menghambat laktase
|
Hemolisis
|
Fotosensitivitas
mengganggu sirkulasi eritrosit
|
Dehidrasi
|
IWL ↑ (30-100%)
karena menyerap energi foton
|
Ruam kulit
|
Gangguan
fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin
|
Faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum
emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi, berat badan dan
etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat
kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan
pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin
tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
Transfusi Tukar 9
Merupakan suatu tindakan
pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah
dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian
besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah
terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek
dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi,
mengganti RBC yang sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki
volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik
dan koreksi imbalans elektrolit.
Tabel 2.4 Transfusi
Tukar Pada Bayi Kurang Bulan
Usia (jam)
|
BB < 1500gr
|
BB 1500– 2000 gr
|
BB > 2000 gr
|
< 24
|
> 10-15 mg/dL
|
>15 mg/dL
|
> 16 mg/dL
|
25-48
|
> 10-15 mg/dL
|
>15 mg/dL
|
> 20 mg/dL
|
49-72
|
>10-15 mg/dL
|
>15 mg/dL
|
> 17 mg/dL
|
> 72
|
>15 mg/dL
|
>17 mg/dL
|
> 18 mg/dL
|
Pada penyakit hemolitik
segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar
bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar
bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
3. Anemia dengan early
jaundice dengan kadar Hb 10–13gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin
0,5mg/dL/jam
4. Anemia yang
progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan
tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung,
retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6. Kadar
bilirubin total >25mg/dL
Transfusi tukar harus
dihentikan apabila terjadi:
*
Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
*
Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
*
Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
*
Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi
tukar: 9
*
Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
*
Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
*
Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
*
Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
*
Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
*
Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
6. Prognosis
Hiperbilirubinemia prognosisnya akan buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau
ensephalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus,
prognosanya baik. 9
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2007.
2.
Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005.
3.
Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari:
http//www.yanmedik-depkes.net .
4.
Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1991
5.
Sylviati M. Damanik. Hiperbilirubinemia. Diambil dari: http//www.pediatrik.com.
6.
Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada Neonatus.
Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair/Dr. Soetomo.
7.
Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan
Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005
8.
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 Diambil dari URL : http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
9.
Sholeh Kosim M, dkk. Buku Ajar Neonatologi; edisi pertama. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar