Asro Medika

Senin, 28 Januari 2013

Hiperbilirubinemia


2.1.1    Definisi

      Istilah “ikterus” berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah “jaundice” berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti “kuning”.1 Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1
      Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan skelera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. 9 Secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl. 9 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.9 Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu >12mg/dL dan >15mg/dL pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan; peningkatan kadar bilirubin >5mg%/24jam; peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-2mg%; ikterus berlangsung > 2minggu.2

2.1.2    Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,  ± 60% neonatus (ikterus fisiologis),  disebabkan: 5-8
Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus diekskresi bayi sendiri
2.      Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus
3.      Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari)
4.      Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam protein belum adekuat) atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim β- glukuronidase di usus dan belum ada nutrien

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis):1,2, 5-8
Hari 1: - Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus
            - Infeksi intrauterin TORCH

Hari 2-5: - Prematuritas                 - Infeksi
- Ikterus fisiologis          - RDS
- Polisitemia                   - Kongenital spherositosis
- Sepsis                           - Perdarahan Ekstravaskular
- Defisiensi G6PD          - Breast feeding jaundice

Hari 5-10:  - Sepsis
- Breast milk jaundice
- Galaktosemia
- Hipotiroidisme
- Obat-obatan (sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)

Hari >10:   - Sepsis
- Neonatal hepatitis
- Atresia biliaris
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik (stenosis pilorik, obstruksi usus)


2.1.3    Metabolisme Bilirubin1-4

Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.4 Bilirubin berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan heme dalam sel retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme ini adalah bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut dalam air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati. Dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein Z dan glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase dimetabolisme menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. 9
Setelah disekresi oleh hati, disimpan dalam kandung empedu sampai proses makan akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi oleh epitel usus, tetapi dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh enzim β-glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. 9
Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya ikterus berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan bilirubin intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat. 9

2.1.4    Diagnosis9

      Anamnesis, mencari berbagai faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia, pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan dengan menekan kulit dengan tekanan yang ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dl. Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi yang diperiksa; apakah ada pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar, kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi. Pemeriksaan terhadap kadar bilirubin total dan indirek untuk menegakkan diagnosis, serta mencari faktor penyebab yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia yang berat.

2.1.5    Penatalaksanaan2, 9

      Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya enzim glukoronil transferase. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.6

Terapi Sinar9

Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan intensitas cahaya 6-12 μwatt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. 

Tabel 2.2 Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang
terjadi dan reversibel.
Komplikasi
Mekanisme yang mungkin terjadi
Bronze baby syndrome 
Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
Diare
Bilirubin indirek menghambat laktase
Hemolisis
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
Dehidrasi
IWL ↑ (30-100%) karena menyerap energi foton
Ruam kulit
Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin
     
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.

Transfusi Tukar 9       
  
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit.

Tabel 2.4 Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan
Usia (jam)
BB < 1500gr
BB 1500– 2000 gr
BB > 2000 gr
< 24
> 10-15 mg/dL
>15 mg/dL
> 16 mg/dL
25-48
> 10-15 mg/dL
>15 mg/dL
> 20 mg/dL
49-72
>10-15 mg/dL
>15 mg/dL
> 17 mg/dL
> 72
>15 mg/dL
>17 mg/dL
> 18 mg/dL

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1.  Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2.  Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 10–13gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin  0,5mg/dL/jam  
4.   Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6.   Kadar bilirubin total >25mg/dL

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
    * Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
    * Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
    * Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
    * Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar: 9
    * Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
    * Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
    * Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
    * Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
    * Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
    * Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

6.   Prognosis
      Hiperbilirubinemia prognosisnya akan buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau ensephalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya baik. 9


DAFTAR PUSTAKA

1.      Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2007.
2.      Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005.
3.      Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari: http//www.yanmedik-depkes.net .
4.      Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1991
5.      Sylviati M. Damanik. Hiperbilirubinemia. Diambil dari:  http//www.pediatrik.com.
6.      Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair/Dr. Soetomo.
7.      Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005
8.      Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New England Journal of  Medicine. 336 : 708-16 Diambil dari URL : http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
9.      Sholeh Kosim M, dkk. Buku Ajar Neonatologi; edisi pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010











Tidak ada komentar:

Posting Komentar