Abses
septum adalah salah satu kelainan septum yang sering ditemukan selain deviasi
septum dan hematoma. Abses akut pada septum jarang terjadi, dapat disebabkan
oleh trauma paska bedah atau sebagai komplikasi penyakit infeksi, seperti thypoid,
influenza, sinus supurativ, smallpox, dan tuberkulosis. Kebanyakan juga
disebabkan karena trauma yang tidak disadari pasien.
Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang dari septum terdiri dari lamina perpendikularis
tulang etmoidalis disebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan
suatu krista di sebelah bawah, terdiri dari krista maksial dan krista palatina.
Sedangkan bagian tulang rawan terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) di
sebelah anterior dan kolumela.
a.
Definisi
Abses septum nasi
adalah kumpulan pus yang terdapat antara tulang rawan atau tulang pada septum
nasi dengan mukoperikondrium atau muko periosteum.
b.
Etiologi
Terjadinya abses
septum nasi paling sering ditemukan akibat trauma pada hidung (75%). Trauma ini
dapat terjadi akibat kecelakaan, perkelahian maupun olahraga. Selain trauma,
abses septum nasi juga dapat terjadi akibat komplikasi dari operasi hidung.
Penyebab lain adalah akibat penyebaran dari sinusitis etmoid dan sinusitis
sfenoid. Di samping itu abses septum nasi dapat juga terjadi akibat penyebaran
dari infeksi gigi. Organisme patogenik yang biasa menyebabkan abses septum nasi
adalah Staphylococcus aureus. Pada
beberapa kasus ditemukan pula adanya infeksi Pneumococcus pneumoniae, Streptococcus β hemolyticus, Haemophilus
influenzae, dan organisme anaerob.
c. Epidemiologi
Abses septum nasi jarang
ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki. Sebanyak 74% mengenai umur di
bawah 31 tahun dan 42% mengenai umur antara 3-14 tahun. Lokasi yang paling sering
ditemukan adalah pada bagian anterior tulang rawan septum. Eavey menemukan tiga
kasus abses septum nasi pada penelitian selama 10 tahun di rumah sakit anak di
Los Angeles. Rumah sakit Royal Children di Melbourne, Australia melaporkan
sebanyak 20 pasien abses septum selama 18 tahun dan di RS Ciptomangunkusumo
didapati 9 kasus abses septum selama 5 tahun (1989-1994). Di bagian THT FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan selama tahun 1999-2004 terdapat 5 kasus abses
septum nasi.
d. Patogenesis
Patogenesis abses septum
biasanya tergantung dari penyebabnya. Penyebab paling sering adalah trauma yang
akan menyebabkan timbulnya hematoma septum. Trauma pada septum nasi dapat
menyebabkan pembuluh darah di sekitar tulang rawan pecah. Darah terkumpul di
ruang antar tulang rawan dan mukoperikondrium yang melapisinya, sehingga
menyebabkan tulang rawan tersebut mengalami penekanan, dan menjadi iskemik
serta nekrosis, akibatnya tulang rawan mengalami destruksi. Darah yang
terkumpul merupakan media pertumbuhan bakteri dan selanjutnya terbentuk abses.
Bila terdapat daerah yang fraktur atau nekrosis pada tulang rawan, maka darah
akan merembes ke sisi yang lain dan menyebabkan hematoma bilateral. Hematoma
yang besar akan menyebabkan obstruksi pada kedua sisi rongga hidung. Kemudian
hematoma ini terinfeksi kuman dan menjadi abses septum.
Abses septum nasi dapat
mengakibatkan nekrosis tulang rawan septum oleh karena menghalangi suplai darah
ke tulang rawan septum nasi. Nekrosis tersebut akan menyebabkan terjadinya
perforasi, sehingga proses supurasi yang semula unilateral menjadi bilateral.
Destruktif tulang membentuk cavitas yang akan diisi oleh jaringan ikat.
Hilangnya sebagian besar jaringan penyokong bagian bawah hidung dan adanya
retraksi jaringan parut, akan menyebabkan terjadinya deformitas hidung berupa
hidung pelana dan retraksi columela.
Selain dari trauma ada
beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan timbulnya abses septum, yaitu
penyebaran langsung dari jaringan lunak yang berasal dari infeksi sinus. Di
samping itu penyebaran infeksi dapat juga dari gigi dan daerah orbita atau
sinus kavernosus. Pada beberapa kondisi, abses septum bisa diakibatkan oleh
trauma pada saat operasi hidung.
e. Gejala klinik
Gejala abses
septum nasi adalah hidung tersumbat progresif disertai dengan rasa nyeri hebat,
terutama terasa di puncak hidung. Juga tedapat keluhan demam dan sakit kepala.
Obstruksi umumnya
satu sisi setelah beberapa hari karena nekrose kartigalo pus mengalir ke sisi
lain menyebabkan obstruksi nasi bilateral dan total. Dengan adanya proses
supurasi tersebut akan terjadi penumpukan pus yang semakin lama semakin
bertambah banyak sehingga mengakibatkan terjadinya pembengkakan septum yang
bertambah besar. Biasanya pasien mengeluh hidungnya bertambah besar.
f. Pemeriksaan
1.
Inspeksi
Tampak hidung bagian luar (apex nasi) yang
hiperemi, oedem, dan kulit mengkilat.
2.
Palpasi
Didapatkan nyeri pada sentuhan
3.
Rhinoskopi
anterior
Pembengkakan pada septum nasi berwarna merah
keabu-abuan berbentuk bulat pada satu atau kedua rongga hidung, terutama
mengenai bagian paling depan tulang rawan septum. Ppada perabaan terdapat nyeri
tekan, terasa lunak, dan pada pemberian kapas yang dibasahi dengan solutio
tetrakain efedrin 1%, pembengkakan tersebut tidak mengempis.
4.
Pungsi
dan aspirasi
Tindakan ini berguna untuk membantu menegakkan
diagnosis, pemeriksaan kultur, selain itu juga dapat mengurangi tekanan dalam
abses dan mencegah terjadinya infeksi intrakranial.
g. Pemeriksaan penunjang
Abses septum nasi memiliki penampakan yang khas pada pemeriksaan CT-Scan sebagai akumulasi cairan dengan peninggian pinggiran yang tipis yang melibatkan septum nasi. Hasil pemeriksaan CT-scan pada abses septum nasi adalah kumpulan cairan yang berdinding tipis dengan perubahan peradangan di daerah sekitarnya, sama dengan yang terlihat pada abses di bagian tubuh yang lain.
h. Penegakan diagnosis
Diagnosis abses septum ditegakkan apabila terdapat riwayat trauma,
riwayat operasi atau infeksi intranasal. Kebanyakan abses septum disebabkan
oleh trauma yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita.2,6 Diagnosa abses
septum dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis berupa obstruksi
nasi bilateral yang parah dengan rasa nyeri di hidung. Pada pasien juga dapat
ditemukan adanya demam dan menggigil serta nyeri kepala di bagian frontal.
Diagnosis pasti adalah dijumpai adanya nanah pada aspirasi abses.
i.
Diagnosis banding
Hematoma septum, Septum
deviasi, Furunkulosis dan Vestibulitis
j.
Penatalaksanaan
1.
Insisi
Insisi dapat dilakukan dengan anestasi
lokal atau anestasi umum. Incisi di buat vertikal pada daerah yang paling
berfluktuasi. Incisi abses dapat unilateral atau bilateral, kemudian dilakukan
evakuasi pus, bekuan darah, jaringan nekrotik dan jaringan granulasi sampai
bersih, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan drain. Drain dipertahankan
sampai 2-3 hari, jika drain masih diperlukan dapat dipertahankan.
2.
Dipasang
Tampon
Pada kedua rongga hidung dipasang tampon
anterior setelah dilakukan incisi dan pemasangan drain, tampon anterior tiap
hari diganti, dan dipertahankan selama 2 sampai 3 hari. Bila pus masih ada luka
dibuka lagi.
3.
Pemberian
Antibiotik
Antibiotik spektrum
luas untuk gram positif dan gram negatif, serta kuman anaerob dapat diberikan
secara parenteral. Sebelum diperoleh hasil kultur dan tes resistensi dianjurkan
untuk pemberian preparat penicillin IV dan kloramfenikol IV, serta terapi
terhadap kuman anaerob. Pada kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik
parenteral diberikan selama 3 sampai 5 hari dan dilanjutkan dengan pemberian
oral selama 7-10 hari kemudian.
k. Komplikasi
1.
Nekrosis Kartilago
Abses septum nasi dapat menyebabkan komplikasi
estetis berupa deformitas hidung (lorgnet nose) yang disebabkan oleh karena
nekrose kartilago sehingga terjadi kerusakan sebagian besar jaringan penyokong
bagian bawah hidung.
2.
Perforasi septum nasi
Perforasi septum nasi yang disebabkan oleh karena
abses dapat menyebabkan terjadinya kavitas yang kemudian diisi jaringan ikat
sehingga menyebabkan terjadinya retraksi, jaringan parut, yang kemudian
menyebabkan terjadinya retraksi columela.
3.
Infeksi
Intrakranial
Komplikasi Intrakranial dapat berlangsung melalui
berbagai jalan yakni melalui saluran limfatik memasuki sirkulasi sistemik dan
kemudian masuk ke meningen ataupun melalui seluruh perineural pada lamina cribosa
dan area olfaktori sehingga menyebabkan komplikasi meningitis. Selain itu dapat
timbul pula trombosis sinus kavernosus dan sepsis.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Soepardi EA. Iskandar HN. Editor. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga-hidung-tenggorok. Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia .
2005. 100-101
2.
Adams GL. Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar
THT. Edisi 6. Effendi H. Santoso
RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1993. 174-175.
3.
Becker W. Clinical Aspects of Diseases of The Nose. In:
Ear, Nose and Throat Diseases, A Pocket Reference. 2nd Ed. New York: Thieme Medical Pub Inc., 1994
4.
Collman BH. Diseases of the Nasal Septum. In: Hall and
Colman’s, Diseases of The Nose, Throat and Ear, and Head and Neck. 14th Ed. Singapore: ELBS with
Churchill Livingstone, 1992: 19-20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar