Asro Medika

Selasa, 24 April 2012

PAPILEDEMA



Adalah kongesti diskus optikus akibat peningkatan tekanan intracranial yang paling sering disebabkan oleh tumor serebrum, abses, hematom subdural, malformasi arteriovenosa, perdarahan subaraknoid, hidrosefalus, meningitis dan ensefalitis.
Klasifikasi
1.      Papil edema akut
Pada papil edema akut, fungsi nervus optikus sering kali normal. Ketajaman penglihatan biasanya normal, seperti penglihatan warna ( kecuali jika pada macula terdapat eksudat, edema atau perdarahan ). Respon pupil juga biasanya normal. Pada papiledema akut kemungkinan terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial yang cepat atau bermakna, terdapat perdrahan dan bercak cotton wool  didiskus opticus dan sekitarnya yang menandai suatu dekompesasi vascular dan aksonal disertai risiko kerusakan nervus opticus dan defek lapangan pandang , edema peripapillar, eksudat retina, lipatan-lipatan koroid.


2.       Papil edema kronis
Pada pasien peningkatan TIK kronik dan papil edema lama (  tumor yang tidak terdeteksi atau dengan pengobatan yang tidak adekuat, pseudotumor serebri, infeksi SSP), fungsi nervus optikus dapat memburuk. Dengan menetapnya peningkatan tekanan intracranial secara perlahan-lahan, diskus yang meninggi dan hiperemis menjadi putih kelabu sebagai akibat gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan konstriksi sekunder dengan pembuluh-pembuluh darah retina dan masuk pada stadium papiledema atrofik. Mungkin juga terdapat kolatera-kolateral retinokoroidal yang menghubungkan vena centralis retinae dan vena-vena choroid peripapilar, kolateral-kolateral ini timbul bila sirkulasi retina terhambat di daerah pralaminar nervus opticus.

Etiologi
·         Setiap tumor atau space-occupying lesions (SOL) pada SSP
·         Hipertensi intrakranial idiopatik
·         Penurunan resorbsi LCS (cth, thrombosis sinus venosus, proses peradangan, meningitis, perdarahan subarachnoid)
·          Peningkatan produksi LCS (tumor)
·         Obstruksi pada sistem ventrikular
·         Edema serebri/encephalitis
·         Craniosynostosis
Patofisologi
Arteri retina sentral memasuki mata bersama-sama dengan nervus optikus dan diiringi vena retina sentralis. Pintu masuk dan keluar arteri dan vena retina sentralis melalui jaringan sclera yang kuat pada nervus optikus dapat terganggu pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

Pembengkakan diskus optikus disebabkan tertahannya aliran aksoplasmik dengan edema intraaksonal pada daerah diskus saraf optikus. Ruang subarachnoid  dilanjukan langsung dengan pembungkus saraf optic. Oleh karena itu jika tekanan LCS meningkat maka tekanan diteruskan ke saraf optik dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai tourniquet yang menghambat transport aksoplasmik. Ini menyebabkan penumpukan material di lamina cribrosa sehingga menyebabkan pembengkakan khas pada saraf cranial.

Agar papiledema dapat terjadi, ruang subarahknoid disekitar saraf optic harus paten dan berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui kanalis optikus ke ruang subarachnoid intrakranium sehingga peningkatan tekanan intrakranium disalurkan ke saraf optikusretrolaminar. Disana transpor aksonal yang lambat dan cepat terhambat dan terjadi distensiakson yang jelas pada superior dan inferior dari diskus optikus sebagai tanda awal dari papiledema. Hiperemia diskus, dilatasi telangiektasi kapiler permukaan, pengaburan batas diskus peripapiler dan hilangnya denyut vena spontan terjadi pada papiledema yang ringan. Edema disekitar diskus dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil pada pemeriksaan lapangan pandang, tetapi akhirnya akan jelas lipatan-lipatan retinasirkumferensial disertai perubahan pada refleks membran pembatas internal (garis Paton)sewaktu retina terdorong menjauhi diskus yang terjepit. Sewaktu retina terdorong bintk buta juga akan meluas terhadap isopter besar pada pemeriksaan lapangan pandang.

Pada papil edema akut akibat peninggian tekanan intrakranial yang terus-menerus,ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool yang menandai terjadinya dekompensasivaskular dan aksonal yang menjadi resiko terjadinya kerusakan akut saraf optik dan defek lapangan pandang. Juga ditemukan edema peripapiler (yang dapat meluas ke makula) danlipatan koroid.

Pada papil edema kronik, sebagai konsekuensi dari peninggian tekanan intrakranialyang sedang ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool. Pada peningkatan intrakranialyang persisten diskus hiperemis dan berangsur-angsur menjadi putih keabu-abuan akibatgliosis astrositik dan atrofi saraf disertai kontriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah retina.Mungkin juga terjadi pembuluh darah kolateral retinokoroidal yang disebut denganoptikosilisaris yang menghubungkan vena retina sentralis dan vena koroid peripapiler apabilasirkulasi vena retina terhambat di daerah prelaminar saraf optikus.

Diperlukan waktu 24 hingga 48 jam untuk pembentukan papil edema dini (early) dan 1minggu untuk pembentukan sempurna (established). Diperlukan 6-8 minggu untuk papiledema yang terbentuk sempurna mereda dengan pengobatan

Penurunan TIK dan perfusi sistolik yang tiba-tiba dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang berat pada semua tingkat papil edema.

Diagnosis
1.      Anamnesis
Gejala yang timbul akibat sekunder dari peningkatan intracranial
a.       Sakit kepala
b.      Mual muntah
c.       Gejal-gejala visual seperti :
·         beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya penglihatanmemudar keabu-abuan, terutama ketika bangun dari posisi duduk atau berbaring,atau penglihatan jadi kerlap ± kerlip seperti lampu saklar yang dimati ± hidupkansecara cepat)
·         Penglihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang dan penurunan persepsi warna dapat terjadi
·         Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh terjadi
·         Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu  kecuali pada penyakit yang sudah lanjut.

2.      P. Fundoskopi
·         Batas pupil kabur
·         Hiperemi papil
·         Elevasi papil
·         Perdarahan ( bentuk flame shaped dan punctata/ bercak
·         Eksudat ( sebagai bercak putih/ cotton  wool
·         Pembendungan vena
·         Pulsasi vena akan menghilang
·         Hilangnya phisiologyc cup akibat tertutup oleh transudat dan eksudat

3.      P. Penunjang
·         CT Scan, MRI  : identifikasi lesi massa SSP
·         B-Scan ultrasonography : dapat menyingkirkan diskus drusen
·         Fluorescein angioghrapy untuk membantu menegakkan diagnosis
·         Perimetri : pada papiledema kronik pembatasan lapangan pandang terutama daerah inferior secara bertahap dapat terjadi selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan penglihatan sentral dan kebutaan total.
·         Fotgrafi warna stereo berguna untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi

Berdasarkan pemeriksaan funduskopi, papil edema terbagi dalam 4 tingkatan :

1. Early 
·         Tidak ada gejala visual dan tajam penglihatan normal 
·         Diskus optikus tampak hiperemis dan elevasi ringan. Garis tepi diskus (awalnya nasal,kemudian superior, inferior dan temporal) tampak tidak jelas, dan mulai terjadi pembengkakan lapisan serat saraf papil retina.

2.Established

·         Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua mata, terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
·         Tajam penglihatan normal atau berkurang
·         Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan garis tepi yang tidak  jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic cup dan pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan dapat terlihat cotton-wool   spots.


3.      Longstanding
·         Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai menyempit.
·         Elevasi diskus optikus yang nyata.
·         Cotton-wool   spots dan perdarahan tidak ada

4.      Atrophic
·         Tajam penglihatan sangat terganggu 
·         Diskus optikus terlihat berwarna abu-abu kotor , sedikit elevasi, dan garis tepi yang tidak jelas



Penatalaksanaan
1.      Terapi diarahkan langsung pada penyebab yang mendasarinya ( pembedahan jika ada massa SSP ).
2.      Acetazolamide oral biasanya 250 mg satu empat kali sehari, tetapi bisa sampai 500 mg empat kali sehari atau diuretik seperti furosemide
3.      Pembuatan pirau cairan serebrospinal atau fenestrasi selubung nervus opticus bila terdapat penurunan penglihatan yang berat atau progresif, atau bila tidak tahan terhadap terapi medis.
4.      Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi intracranial idiopatik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar